Friday 2 September 2016

Peran Dimensi Etika Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Etika merupakan ilmu pengetahuan normative yang bertugas memberikan pertimbangan perilaku manusia dalam masyarakat apakah baik atau buruk serta benar atau salah. Etika memiliki peranan yang sangat penting ketika keuntungan bukan lagi menjadi satu-satunya tujuan organisasi. Sebuah organisasi juga akan menjadi lebih sukses jika mempunyai perhatian pada etika, karena hal ini akan meningkatkan reputasi sebuah organisasi dan meningkatkan motivasi karyawan serta dapat mengurangi berbagai kerugian akibat perilaku yang kurang etis yang dilakukan oleh karyawan. Perilaku yang tidak etis seperti minum-minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang di temapt kerja, penyalahgunaan email, tidak melaporkan pelanggaran karyawan lain kepada manajemen, serta berbagai pelanggaraan etika lainnya. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang serius mengingat perilaku yang tidak etis dapat menjurus kearah tindakan kriminal serta perilaku lain yang merugikan perusahaan, naik finansial maupun nonfinansial. Banyak sebab yang menjadikan perilaku yang tidak etis yang ditunjukkan karyawan tersebut muncul. Hal ini tidak terkait pada individu karyawan saja, tetapi juga menyangkut keseluruhan proses dalam organisasi. Dalam hal ini manajemen sumber daya manusia etika mempunyai peran penting untuk menjamin bahwa organisasi bertindak secara adil, efektif dan efisien. Manajemen sumber daya manusia memainkan suatu peran penting dalam  membantu organisasi untuk meningkatkan nilai-nilai etika organisasi. Manajemen merupakan pendorong organisasi dalam usaha melatih karyawan agar mempunyai etika yang sesuai dengan organisasi, sehingga tindakan kurang etis dapat di cegah. Fungsi manajemen sumber daya manusia adalah melindungi organisasi dari tindakan yang tidak etis dari karyawan. Manajemen sumber daya manusia juga bertanggung jawab dalam usaha-usaha organisasi untuk menangani etika perilaku, dapat mampu menjadi penggerak dalam organisasi dan menanggani isu-isu etika, serta bertanggung jawab dalam pengembangan dan pelatihan mengenai pentingnya peningkatan moral karyawan.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah
1.      Bagaimana pengaruh dimensi etika dalam manajemen sumber daya manusia ?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh dimensi etika dalam manajemen sumber daya manusia.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika  Secara Umum
Untuk memahami apakah “ etika “ maka perlu membandingkannya dengan moralitas. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai-nilai yang ada. Contoh (1) Perbutan itu bermoral, (2) Sesuai dengan norma- etika. Etika berasal dari bahasa Yunani “ Ethos “ berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sehingga dalam pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya.
Pengertian tersebut relatif sama dengan moralitas. Pertama moralitas berasal dari bahasa latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “ Mores” berarti adat istiadat atau kebiasaan. Jadi pengeertai secara umum , etika dan moralitas ,sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah di institusinalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang konsisten dan berulang dalam kurun waktu yang lama sebaimana layaknya sebuah kebiasaan. Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian kedua ini etika mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas dan etika dalam pengertian pertama diatas. Etika dalam pengertian kedua ini sebagai filsafat moral , atau ilmu yang membahas nilai dan noerma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian pertama. Dengan demikian, etika dalam pengertian yang pertama berisikan nilai dan norma-norma konkrit yang menjadi pedoman dan pegangan hisup manunia dalam kehidupanya. Hal ini berkaitan dengan perintah dan larangan langsung yang nyata. Sehingga etika lebih normatif dan mengikat setiap pribadi manusia. Dengan demikian, etika dalam pengertian kedua dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang rasional mengenai :
a.       Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia .
b.      Masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima.
Menurut Magnis Suseno , Etika adalah Sebuah ilmu dan bukan ajaran, yang member kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sehingga dimensi etika dianalogikan dengan sistem sensor didalam administrasi publik dimana Dimensi ini dapat berpengaruh pada dimensi-dimensi lain, dan sangat mempengaruhi tercapai tidaknya tujuan administrasi publik pada umumnya, dan tujuan organisasi publik pada khususnya. Kerena itu dimensi ini dianggap sebagai dimensi strategis dalam administrasi publik.
John A. Rohr (1989: 60) yang mendasarkan pendapatnya pada buku Morality and Administration in Democratic Goverment karya Paul Appleby, menyatakan bahwa diskresi administrasi  menjadi “starting point” bagi masalah moral atau etika dalam dunia administrasi publik.
Upaya perbaikan moralitas dalam kebijakan , organisasi dan manajemen sangat potensial dalam membantu penghematan biaya baik dalam pelayanan publik maupun pembangunan. Berbagai bentuk tindakan amoral diantara para administrator dan pejabat publik yang hanya menguntungkan mereka dan kroni-kroninya, telah merugukan negara selama beberapa dasawarsa, dan membuat perekonomian negara bertambah terpuruk dengan beban utang yang semakin membengkak.
2.2 Batasan dan Ruang Lingkup Etika
Bertens berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu etika (1)    sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan “sistim nilai”, (2) sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan “kode etik”, dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk, yang acap kali disebut “filsafat moral”.
Dalam dunia administrasi publik atau pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat dan :profesional standards” (kode etik), atau right rules of conduct” (aturan berprilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik (Denhardt, 1988).
Menurut The Public Administration Dictionary (Chandler & Plano, 1988: 17), etika didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berkenaan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku manusia, dalam kaitannya dengan benar atau salah suatu perbuatan, dan baik atau buruk motif dan tujuan dari perbuatan tersebut (lihat Chandler & Plano, 1988:17).

2.3 Paradigma Etika
 Menurut Chandler dan Plano (1988) dalam etika terdapat empat aliran yaitu:
1.      Empirical theory: Melihat bahwa etika diturunkan dari pengalaman manusia dan persetujuan umum. 
2.      Rational theory : Melihat bahwa bahwa baik atau buruk sangat tergantung dari alasan dan logika yang melatarbelakangi suatu perbuatan, bukan pengalaman.
3.      Intutitive theory: Melihat bahwa etika tidak harus berasal dari pengalaman dan logika, tetapi diri manusia secara ilmiah memiliki pemahaman tentang apa yang benar dan salah, baik atau buruk.
4.      Relevation theory: Melihat bahwa yang benar atau yang salah berasal dari kekuasaan diatas manusia yaitu tuhan sendiri.
Disamping empat aliran utama diatas, yang sering dipertentangkan dalam administrasi publik karena pengaruhnya kepada administrator adalah pendekatan teologis, utilitarianisme, dentologis, dan virtue etnics.
Pendekatan teologis dan utilitarianisme merupakan pendekatan yang berorientasi kepada tujuan dan difokuskan kepada akibatnya. Teologis secara khusus berkenaan dengan maksud dan tujuan, sementara utilitarian berkenaan  dengan akibat yang dirasakan. Sedangkan pendekatan Deontologi merupakan salah satu cabang etika yang menekankan kewajiban, tugas, tanggung jawab dan prinsip-prinsip yang harus diikuti. Serta pendekatan Virtue Ethnics yang menyatakan baik atau buruk ditentukan dari “the excelences of character” yang ditunjukan dari integritas. Dengan kata lain, substansi aktual dari etika atau moral ini tidak dapat dipahami dan memprediksi hasil atau akibat atau kesesuaian dengan kewajiban tetapi dipahami dari “internal imperative to do right”.
Wayne A.R.Leys (1994) menyatakan  bahwa kebiasaan dan tradisi tersebut harus “digoyang” dengan standar etika yang ada dimana etika, katanya, harus dilihat sebagai source of doubt. Oleh Denhardt (1988) ini disebut sebagai model I – the 1940’s.
Hurst A. Anderson ditahun 1953 mengungkapkan dalam suatu pidatonya dengan judul Etchnical Values in Administration (nilai-nilai etika dalam administrasi). Katanya etika sangat penting dalam setiap keputusan administratif, tidak hanya bagimereka yang memformulasikan kebijakan publik. Oleh Denhardt ini diklasifikasikan sebagai model II – the 1950’s.
Robert T.Gombelski melihat etika sebagai “contemporary standars of right conduct” yang harus disesuaikan dengan perubahan waktu. Denhardt melihat ini sebagai model III – 1960’s.
Dalam model IV – 1970’s, yang merupakan akumulasi penyempurnaan dari model-model sebelumnya dimana dikatakan bahwa agar menjadi etis seorang administrator harus benar-benar memberi perhatian pada proses menguji dan mempertanyakan standard, atau asumsi yang melandaskan pembuatan keputusan administratif.
Dalam model ke V – after Rohr, dimana dikatakan bahwa untuk dapat disebut etis maka seorang administrator harus secara independen masuk dalam proses menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan dalam membuat keputusan.
Dalam model ke VI menggambarkan pemikiran Cooper bahwa antara administrator, organisasi, dan etika terdapat hubungan penting bahwa etika para administrator justru ditentukan oleh konteks organisasi dimana ia bekerja (Denhardt, 1988:26)

2.3.1 Konsep Etika Bukan Sekedar Kode Etik
Kode etik menetapkan aturan kehidupan organisasi, termasuk tanggung-jawab professional, pengembangan professional, kepemimpinan yang etis, kejujuran dan keadilan, konflik kepentingan, dan megunakan informasi. Banyak organisasi yang mempunyai kode etik yang formal dalam organisasi tetapi pengaruh kode etik dalam perilaku anggotanya perlu dipertanyakan. Banyak anggota yang menganggap kode etik hanya sebagai hiasan saja. Kode etik perusahaan tidak akan efektif jika tidak didukung dengan norma-norma informal yang berlaku. Bagaimanapun juga kode etik harus sesuai dengan norma-norma dalam organisasi , disebarluaskan kepada karyawan dan benar-benar dijalankan. Kode etik perusahaan belum bisa mampu membangun sebuah peusahaan etis. Oleh sebab itu perlu adanya konsep etika yang matang yang tidak hanya mampu mengurangi kerugian yang berakibatkan perilaku karyawann yang tidak etis, tetapi juga membuat suatu konsep etika yang mampu membangun budaya etis organisasial.
Salah satu prinsip dasar dari kode etik perhimpunan Manajer SDM dan Standar Profesional dalam MSDM ditetapkan bahwa ” Sebagai Profesioanl SDM, mempunyai tanggung-jawab untuk memberikan nilai tambah pada organisasi yang dilayani dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan etika organisasi”.
Manajer SDM dapat membantu mendorong budaya etis, artinya lebih dari sekedar menggantung poster kode etik di dinding. Sebaliknya, karena pekerjaan utama profesional SDM adalah berhubungan dengan orang, mereka harus membantu untuk mempraktekkan etika ke dalam budaya perusahaan. Mereka perlu membantu membangun lingkungan di mana karyawan bekerja di seluruh organisasi untuk mengurangi penyimpangan etika.
2.4 Aplikasi Etika dan Moral
Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang dimiliki oleh administrator publik. Kehadiran kode etik lebih berfungsi sebagai kontrol langsung sikap dan perilaku dalam bekerja diatur secara lengkap melalui aturan atau tata tertib yang ada.
Kode etik tidak hanya sekedar ada, tetapi juga diimplementasikan dalam bekerja, dinilai tingkat implementasinya melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi, dan diupayakan perbaikan melalui konsensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukan, agar masyarakat publik semakin yakin bahwa pemerintah sungguh-sungguh akuntabel.
Di Amerika, nilai-nilai yang dijadikan kode etik bagu administrator publiknya adalah menjaga integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, beri perhatian, keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja profesional, pengembangan profesionalsime, komunikasi terbuka, kreatif, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap sistim “merit” dan progran “affirmative action”.
Untuk membantu menerapkan prinsip-prinsip etika dan moral di indonesia, pengalaman dinegara-negara lain perlu ditimba. Tidak dapat disangkal bahwa pada saat ini Indonesia yang dikenal sebagai negara koruptor nomor muda, perlu berupaya keras menerapkan prinsip-prinsip etika dan moral. Etika administrator publik atau manajer publik, etika perencanaan publik, etika pegawai negeri sipil, dan sebagainya, harus diprakarsai dan mulai diterapkan sebelum berkembangnya budaya yang bertentangan dengan moral dan etika.
2.4.1 Sebab Perilaku Yang Tidak Etis
Penyebab perilaku tidak etis meliputi tiga aspek yaitu: karyawan memiliki kemampuan kognitif yang rendah menyebabkan tingkat penerimaan yang kurang baik, adanya pengaruh orang lain, keluarga ataupun norma sosial menjadi lebih menentukan dalam mempengaruhi perilaku karyawan, adanya ethical dilemma yaitu situasi yang menyebabkan adanya pilihan-pilihan yang muncul yang berpotensi menghasilkan perilaku yang tidak dapat diterima, ethical dilemma muncul dikarena adanya ketidaksesuaian antara personel, organisasional dan profesional.
2.4.2 Konsekuensi Dari Perilaku Yang Tidak Etis
Perilaku etis sangat penting dalam kesuksesan bisnis jangka panjang. Tapi apabila yang timbul dan tumbuh adalah perilaku yang tidak etis maka akan berakibat yang tidak inginkan. Dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan perspeltif makro. Perspektif mikro etika diasosiasikan dengan adanya kepercayaan. Kepercayaan yang dibangun melalui perilaku etika akan mempengaruhi hubungan perusahaan dengan supplier, customer maupun dengan karyawan.Apabila kepercayaan dibangun melakui perilaku yang tidak etis maka kepercayaan customer akan berkurang kepada karyawan maupun organisasi. Sedangkan perspektif makro etika meliputi suap-menyuap, paksaan, penyalahgunaan informasi, pencurian dan diskriminasi akan mengakibatkan inefisiensi dalam pengalokasian sumberdaya.

2.5 Beberapa Isu Penting
Menurut Denis Thimpson (Shafritz & Hyde, 1997), di dalam administrasi publik terdapat isu etika yang kontroversialis dan dilematis, yaitu etika netralitas dan etika struktur. Etika netralitas menuntut seseorang administrator untuk netral, artinya menerapkan prinsip etikasesuai kebijakan organisasi atau sebagaimana diputuskan oleh organisasi, dan tidak boleh menerapkan prinsip etika yang dianutnya.
Sementara itu, etika struktur menyatakan bahwa organisasilah atau pimpinan organisasilah yang bertanggung jawab akan semua keputusan dan kebijakan yang dibuat, bukan individu aparat.
Isu lain menyangkutnorma-norma yang bersifat absolut dan relatif. norma-norma yang bersifat absolut cenderung diterima dimana-manadan dianggap sebagai “universal rules”. Nilai-nilai dalam pancasila dan pembukaan UUD 45 merupakan contoh kongret dari nilai-nilai tersebut. Mereka yang yakin dengan kenyataan ini dapat digolongkan sebagai kaum absolutis.
Dalam hal lain kaum relativis berpendapat bahwa nilai-nilai yang bersifat universal baru dapat diterima sebagai sesuatu yang etis bila diuji dengan kondisi atau situasi tertentu. Konflik paradigmatis yang sering terjadi antara kaum relativis dengan absolutis merupakan hal yang sering biasa terjadi.
2.6 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen SDM (sumber daya manusia) merupakan suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya, untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber daya manusia atau HRD (human resource department).
Menurut A.F. Stoner, manajemen SDM merupakan suatu prosedur yang berkelanjutan, yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Fungsi operasional dalam Manajemen SDM merupakan dasar pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan.
Fungsi operasional tersebut terbagi  lima, secara singkat sebagai berikut:
1.            Fungsi Pengadaan, yaitu proses penarikan seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan (the right man in the right place).
2.            Fungsi Pengembangan, yaitu proses peningkatan ketrampilan teknis,teoritis,konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
3.            Fungsi Kompensasi, yaitu pemberian balas jasa langsung dan tidak lansung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut.
4.            Fungsi Pengintegrasian, yaitu kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Dimana Pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam Manajemen SDM, karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang bertolak belakang antara karyawan dan perusahaan.
5.            Fungsi Pemeliharaan, yaitu kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) .
Tidak bisa dipungkiri, perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan usahanya. Perubahan tersebut telah menggeser fungsi-fungsi manajemen SDM yang selama ini hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang berkaitan dengan perekrutan pegawai staffing, coordinating yang dilakukan oleh bagian personalia saja. Saat ini manajemen SDM berubah dan fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi, untuk bersama-sama mencapai sasaran yang sudah ditetapkan serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat strategik dalam organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebih bersifat strategik. Oleh karena itu, manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di lingkungan bisnis. Ia juga harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis, akibat informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen SDM tersebut telah memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya didalam organisasi. Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan strateginya dengan fungsi-fungsi SDM. Dengan demikian, maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keberhasilan.
Berdasarkan uraian pengertian etika dan manajemen sumber daya manusia maka etika manajemen sumber daya manusia  dapat diartikan sebagai  ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip etika tehadap hunungan dengan sumber daya manusia dan kegiataannya.

2.7  Perencanaan Strategi Konsep Etika
Manajemen sumber daya manusia tidak hanya berperan sebagai penyusunan kode etik perusahaan, merncanakan sumber daya manusia yang etis yang mampu menciptakan nilai tambah ekonomi juga harus berperan sebagai perencanaan strategi konsep etika.langkah-langkahnya:
1.      Menentukan standar etika yang ingin ditanamkan.
2.      Mengindentifikasi faktor-faktor etis kritikal yang dapat digunakan dalam mendorongnya konsep etika perusahaan.
3.      Mengindentifikasi kemampuan, prosedur, kompetensiyang diperlukan.
4.      Mengintegrasikan konsep etika dalam strategi bisnis yang dilakukan.
5.      Mengembangkan langkah-langkah konkret yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan, mengawasi dan mengevaluasi konsep etika yang dijalankan.

   2.8 Implementasi  Konsep Etika Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia, konsep etika dapat di implementasikan dalam bentuk pengawasan organisasaional yang didasarkan pada sosialisasi aturan-aturan, memonitor perilaku dan disilpin karyawan, serta mempengaruhi perilaku melalui pemberian hukuman bagi mereka yang sering melanggar etika. Penerapan yang terlalu kuat pada konsep etika yang berorentasi pada pemenuhan etika tersebut, mempunyai akibat yang kurang baik pada outcome yang dihasilkan, karena perhatian karyawan akan tertumpu pada usaha-usaha untuk menghindari hukuman saja. Dengan demikian, hanya akan tercipta atmosfir dimana karyawan berusaha untuk tidak tekena hukuman, sedangkan keinginan ataupun cita-cita untuk meningkatkan mentalitas yamg lebih etis dan bermoral mungkin kurang dapat diwujudkan. Pemenuhan etika secara umum dapat membantu mengurangi pelanggaran etika meskipun tidak mempunyai derajat yang sama dengan konsep etika yang berorentasi pada penanaman nilai-nilai etika.
Tujuan utama dalam konsep penanaman nilai-nilai etika ini bukan untuk kedisiplinan, tetapi lebih pada usaha-usaha untuk meningkatkan kepedulian karyawan terhadap perkembangan nilai-nilai etika yang lebih berarti. Tujuan tersebut disosialiasasikan dengan adanya sharing nilai-nilai etika dalam organisasi. Dalam hai ini setiap anggota organisasi mempunyai status yang sama. Dengan begitu organisasi membawa komitmen bersama yamg diaplikasikan secara sama pada semua anggota. Karena karyawan mendapat perhatian atas kontribusinya, maka mereka akan merasa bangga dengan nilai-nilai etika dalam organisasi.
Konsep penanaman nilai-nilai etika lebih  menekankan pada aktivitas-aktivitas yang membantu karyawan dalam pembuatan keputusan, menyediakan nasihat-nasihat dan konsultasi etika, serta mendukung konsensus mengenai etika bisnis. Manajemen sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara penanaman nilai-nilai etika dan pemenuhan etika tersebut.
Implementasi konsep etika harus mampu diintegrasikan dalam setiap aktivitas manajemen sumber daya manusia. Adanya konsistensi antara kebijakan dan praktek diharapkan dapat menghindari persepsi yang ambigu yang diterima karyawan. Sebagai contoh, jika karyawan didorong untuk melaksanakan suatu standar etiak tertentu, tetapi standar tersebut tidak diintegrasikan dalam standar penilaian kinerja, reward, sistem kompensasi serta sistem manajemen sumber daya manusia lainnya, maka akan menimbulkan perasaan ketidakadilan bagi karyawan. Dengan mengintegrasikan program etika ke dalam fungsi-fungsi organisasional diharapkan akan menjadikan pelaksanaan konsep etika menjadi lebih efektif.
Hak-hak yang harus dipenuhi sebagai seorang karyawan agar konsep etika dapat menghasilkan keputusan yang etis setiap level manajemen sumber daya manusia adalah
1.      Hak atas pekerjaan , kerja merupakan hak asasi manusia karena dengan hak akan hidup.
2.      Hak atas upah yang adil sehingga tidak ada diskrimanitif dalam pemberian upah.
3.      Hak untuk berserikat dan berkumpul, dapat menjadi media advokasi bagi pekerja.
4.      Hak un tuk perlindungan keamanan dan kesehatan.
5.      Hak untuk diproses hukum secara sah, hak untuk diperlakukan sama.
6.      Hak atas rahasia pribadi.
7.      Hak atas kebebasan suara hati.
Walaupun hak-hak para pekerja telah di penuhi kadang terjadi suatu permasalahan-permasalahan yang di alami oleh para pekerja yaitu
1.      Kolusi bentuk penyogokan yang terjadi pada calon karyawan yang ingin naik jabatan (promosi jabatan).
2.      Lamaran peluang kerja yang mencantumkan agama dan ras suku pada media massa.
3.      Pelatihan-pelatihan (training) yang dilakukan hanya berdasarkan untuk mendapatkan proyek tender saja. Jadi pelatihan dilaksanakan tidak berdasarkan kebutuhan yang ada.
4.      Pemberian hasil penilaian psikologis (ex: psikotest) kepada seseorang yang berada di luar bidang yang berwenang. Contohnya, pemberian hasil penilaian psikologis yang dimiliki secara otoritas oleh bidang HRD dalam proses kegiatan rekrutmen kepada di luar bidang HRD.
5.      Pemberitahuan besaran nominal jumlah gaji kepada pihak yang tidak berwenang.
Penjelasan dari permasalahan diatas, problem pertama termasuk dalam permasalahan etika terkait dengan satu diantara tiga pengertian etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), yaitu nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau bermasyarakat. Perilaku kolusi menyogok jelas sekali merupakan tindakan jalur pintas demi mencapai tujuannya. Jalan pintas yang dilakukan sebenarnya tidak akan menjadi masalah jika dilakukan dalam kerangka norma kebaikan yang dapat diterima oleh masyarakat. Namun, permasalahannya adalah jalan pintas yang digunakan bertentangan dengan norma kebaikan yang semestinya tertera dalam kehidupan bermasyarakat. Perjalanan untuk mencapai suatu tujuan yang baik haruslah pula menggunakan cara yang baik. Cara yang baik itu adalah dengan memberikan usaha yang optimal melalui kemampuan dirinya sendiri. Sehingga, promosi jabatan itu didapat melalui keringatnya sendiri bukan berdasarkan unsur lain yang menyalahi noma kebaikan yang berlaku.
Problem etika yang kedua berkaitan erat dengan pengertian etika yang lain (masih dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988) yaitu, ilmu tentang yang baik dan apa yang buruk. Norma baik yang tertanam dalam masyarakat umum adalah tidaklah etis ketika pencantuman hal-hal yang bersifat pribadi dicantumkan dalam media massa yang melibatkan berbagai macam kalangan pihak. Sehingga ketika pencatuman tersebut dalam hal ini adalah ras agama ditampilkan, maka tentu menimbulkan ketidaksukaan masyarakat akan hal tersebut. Lagi pula pencantuman kedua hal tersebut tidaklah menjadi hal esensi dalam kompetensi yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan..
Permasalahan ketiga juga termasuk permasalahan etika dalam kategori pengertian kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Dalam kode etik yang ditetapkan dalam dunia SDM tidak dibenarkan jika pelaksanaan training hanya dijalankan semata-mata untuk proyek saja. Buat apa menghabiskan banyak uang atau mendulang banyak uang, namun tujuan sebenarnya dari pelatihan tidaklah didapat. Jadi, pelatihan hanya formalitas kegiatan saja. Hal itu tentu saja merendahkan martabat.pelatihan itu sendiri. Berkaitan dengan hal itulah menurut kelompok kami, kode etik itu ditetapkan.
Permasalahan keempat ini juga termasuk dalam etika dalam kategori pengertian kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Tidak etis ketika sumber data mengenai deskripsi psikologis yang dimiliki oleh seseorang diketahui oleh banyak pihak. Pengetahuan akan deskripsi psikologis tersebut haruslah mempertimbangkan izin dari orang bersangkutan yang memiliki deskripsi psikologis tersebut dan tujuan yang jelas kenapa data tersebut dibutuhkan. Selama kedua pertimbangan tersebut tidak ada, maka tindakan mengetahui hasil data deskripsi psikologis tersebut tidak dibenarkan (tidak etis).
Problem kelima merupakan permasalahan etika dalam pengertian yang sama seperti sebelumnya, yaitu kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Gaji merupakan ranah area pribadi yang secara etis diketahui oleh orang yang bersangkutan saja dan pihak diatas yang mengelola keuangan penggajian. Suatu hal pribadi jelas tidak diperkenankan untuk diketahui oleh pihak lain tanpa seizin dari pihak yang memiliki otoritas. Pemahaman itulah yang menjadi kumpulan dari nilai-nilai yang terbentuk dalam suatu masyarakat sehingga membentuk perilaku akhlak seperti apa yang seharusnya dilakukan.
Cara yang dilakukan oleh manajemen untuk menyelesaikan permasalahan diatas dengan cara menciptakan hubungan kerja yang sukses diantaranya:
1.      Membentuk komite karyawan dan manajemen.
2.      Membuat buku pegangan karyawan.
3.      Sistem pengupahan yang profesional.
4.      Menciptakan suasana kerja yang kondunsif
5.      Menampung keluhan, saran, kritik karyawan.


2.8  Integrasi Konsep Etika Dengan Fungsi Manajemen Sumber Daya manusia
Manajemen sumber daya manusia yang mempunyai peran dalam mendukung dan memberikan inisiatif dalam pelaksanaan konsep etika perusahaan mempunyai tugas dalam mengontrol dan mengintegrasikannya ke dalam fungsi-fungsi organisasional yang diembannya. Implementasi konsep etika ke dalam fungsi-funsi manajemen sumber daya manusia yaitu
1.      Seleksi, perilaku karyawan tidak terlepas pada karakter pribadi yang dibawanya.Seperti contoh karyawan dengan kemampuan perkembangan moral yang tinggi akan menunjukkan perilaku dan pemikiran yang lebih etis. Hal ini menjadi penting dalam proses seleksi karyawan karena jika calon karyawan memiliki kemampuan perkembangan moral yang tinggi maka akan lebih mudah menerima prinsip-prinsip moral universal dibanding karyawan yang memiliki kemampuan perkembangan moral yang rendah. Dalam hal ini biasanya manajemen mengunakan tes untuk mengukur kemampuan perkembangan moral untuk menentukan kejujuran dan personalitas serta sebagia alat untuk melihat karakteristik karyawan. Hal yang penting juga dalam prosse seleksi karyawan yang lebih menitiberatkan pada penanaman nilai-nilai etika. Karyawan harus mempunyai komitmen pada etika dan menjadi nyaman berbicara mengenai etika. Jika konsep etika diintegrasikan dalam organisasi, maka calon karyawan yang dibutuhakan adalah orang-orang yang menginginkan standar etika dapat diaplikasikan dalam pekerjaan.
2.      Orientasi Karyawan, tujuan yang penting dalam konsep orientasi karyawan adalah mengajarkan mereka norma-norma, attitude, dan beliefs yang berlaku dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi dapat dikomunikasikan melalui presentasi formal dan secara implisit melalui sejarah dan mitos organisasi.
3.      Training, dalam integrasi training menanamkan nilai-nilai etika agar karyawan memilki lebih luas pengembangannya dan aktivitas training untuk karyawan memiliki fokus yang berbeda-beda. Kareana karyawan diharuskan untuk tahu mengenai aturan- aturan regulasi maupun kebajikan, maka penanaman nilai-nilai etika juga harus memfokuskan pada sharing etika antar organisasi. Training juga dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan karyawan dan manajer  mengenai kemampuan dalam  mengaplikasikan framework etika dalam pemecahan masalah.
4.      Penilaian Kinerja, proses penilaian kinerja juga dapat diartika sebagai perwujudan proses keadilan yang mempunyai kriteria seperti konsisten, bebas dari bias, didasarkan pada informasi yang akurat, dapat dikoreksi dan merupakan representasi dari kinerja yang sebenarnya.. penilaian kinerja seharusnya dikomunikasikan dalam cara penyampaian informasi mengenai keadilan antar individu. Karyawan seharusnya diberikan  keterangan, khususnya untuk hasil yang negatif dan mereka seharusnya diperlakukan sesuai martabat dan rasa hormat.
5.      Reward dan Hukuman, pendekatan yang kompleks dapat dilakukan dengan pemberian reward untuk perlakuan yang etis dan hukuman untuk perlakukan kurang etis. Dengan adanya reward, diharapkan bahwa tuntunan adanay perilaku yang lebih beretika tidak dianggap sebagai suatu tambahan beban. Tentunya reward untuk perilaku yang etis dapat menjadi sesuatu yang berlebih-lebihan. Manajemen sumber daya manusia harus menunjukkan dukungan kepada karyawan yang menginginkan standar etika yang tinggi. Sehingga melalui dukungan tersebut aspirasi program penanaman nilai-nilai etika dapat dibicarakan sungguh-sungguh dan lebih berarti. Hukuman menyediakan pembelajaraan sosial yang penting bagi karyawan untuk menjadi lebih sadar dan mempunyai kemauan dalam menegakkan nilai-nilai dan etika organisasi. Jika perlu tidak etis tidak perlu diberkan sanksi, maka karyawan akan beranggapan bahwa mereka juga dapat terhindar dari hukuman.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa etika sumber daya manusia merupakan ilmu yamg menerapkan prinsip-prinsip etika dalam hubungannya dengan manusia dan kegiatannya. Perlu adanya suatu konsep etika yang terintegrasi ke dalam fungsi-fungsi dalam organisasi. Manajemen sumber daya manusia dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting, mengingat manajemen sumber daya manusia bukan bertanggungjawab dalam mencegah perilaku yang tidak etis tetapi juga bertanggungjawab dalam pengembangan moralitas karyawan dan pembentukkan nilai-nilai etika organisasi. Melalui konsep etika , manajemen sumber daya manusia tidak hanya harus bertindak sebagai ethic work tetapi juga sebagai ethic broker. Dengan terintegrasikan konsep etika ke dalam fungsi seleksi, orientasi karyawan, penilaian kinerja, pemberian reward dan hukuman, diharapkan bahwa konsep etika tidak hanya terlihat sebagai usaha sesaat saja tetapi lebih pada upaya peningkatan nilai-nilai etika organisasi yang terus-menerus dan berkelanjutan.





DAFTAR PUSTAKA
1.      Yeremias T. Keban.2008.Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori dan Isu, Yogyakarta: Gaya Media.
2.      Pasolong, Harbani.2007.Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta


No comments:

Post a Comment