Friday 2 September 2016

Strategi Pengembangan Desa Tambak Lorok Melalui Otonomi Desa
Pemberian ruang gerak bagi desa dan mengembangkan prakarsa-prakarsa desa termasuk sinergi berbagai aturan dengan potensi dan budaya lokal yang dimiliki desa tersebut merupakan langkah atau strategi bagi terciptanya otonomi desa. Bahkan Sutoro Eko (2005:xiii) mengemukakan bahwa konteks penting yang mendorong otonomi desa adalah: 1) secara historis desa telah lama eksis di Indonesia sebagai kesatuan masyarakat hukum sistem pemerintahan lokal berdasarkan pranata lokal yang unik dan beragam, 2) lebih dari 60% penduduk Indonesia bertempat tinggal di desa, 3) dari sisi ekonomi-politik, desa memiliki tanah dan penduduk selalu menjadi medan tempur antara negara, kapital dan masyarakat, 4) konstitusi maupun regulasi negara memang telah memberikan pengakuan terhadap desa sebagai kesatuan masyarakat hukum (self-governing community), tetapi pengakuan ini lebih bersifat simbolik-formalistik ketimbang substantif, dan 5) selama lima tahun terakhir desa tengah bergolak menuntut desentralisasi dan otonomi”. Pendapat ini juga didukung oleh H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Dan landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”(Widjaja, 2003: 3). Otonomi desa pada dasarnya mempunyai peranan yang strategis, ketika saat ini kita semua sedang mengusung ide pembangunan yang berbasis kerakyatan/masyarakat, pemberdayaan dan lain-lain. Kemiskinan memang ada di desa, akan tetapi di desa pula  banyak  potensi bisnis ekonomi. Sehingga dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah. Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni:
·         Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
·         Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
·         Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
·         Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa.
Dalam menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: Pertama, factor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua, faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga, factor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, keempat, faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa, kelima, factor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.

Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, dimana hampir 70% wilayahnya merupakan wilayah perairan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Salah satunya  di Desa Tambak Lorok, salah satu desa di kota semarang yang memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Desa Tambak Lorok ini merupakan salah satu desa di daerah pantai di kota Semarang yang terletak di tepi kali Banjir Kanal Timur dan Kali Banger yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Sehingga masyarakat di daerah ini sumber kehidupannya sangat tergantung dari hasil laut. Pelaksanaan otonomi daerah yang sedang diterapkan saat ini menuntut daerah untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dipunyai daerah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Hal ini untuk meningkatkan pendapatan atau taraf hidup penduduk dan pendapatan asli daerah demi kelangsungan pembangunan daerah itu sendiri. Daerah Tambak lorok ini merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang cukup strategis karena merupakan bagian dari kegiatan ekonomi kota Semarang. Daerah Tambak Lorok layak untuk dipertahankan dan dikembangkan sebagai daerah nelayan. Sebagai pemukiman nelayan yang ditunjang dengan fasilitas-fasilitas kegiatan nelayan, seperti terdapatnya PPI, pasar ikan , dan tempat pengolahan hasil tangkapan ikan laut di rumah-rumah warga Tambak Lorok. Keberadaan permukiman nelayan sangat berkaitan erat dengan sumber penangkapan ikan, daerah distribusi hasil tangkapan dan daerah pantai, di mana pantai ini harus mudah dicapai oleh publik dengan sistem transportasi dan jaringan jalan yang baik, diperkaya dengan berbagai kegiatan sosial, ekonomi dan budaya yang mempesona tanpa harus merusak keserasian lingkungannnya.
Kegiatan masyarakat Tambak lorok ini tidak hanya sebagai nelayan tetapi juga sebagai penjual ikan. Hasil tangkapan ikan juga diolah seperti pengeringan ikan dengan bantuan sinar matahari menjadi ikan asin. Ikan juga diolah dengan cara pemanggangan ikan dengan melakukan pengasapan menggunakan peralatan sehingga menjadi produk yang lebih tahan lama. Hasil olahan lainnya adalah hasil tangkapan udang kecil diolah menjadi terasi dengan teknologi dan dibentuk balok-balok. Penduduk kampung Tambaklorok selain berprofesi sebagai nelayan juga berprofesi sebagai petani tambak. Pekerjaan sebagai petani tambak sebagai pekerjaan sampingan. Tambak-tambak yang ada di Tambak Lorok biasanya berisi ikan bandeng. Sesuai dengan makanan khas Kota Semarang yaitu bandeng, dengan melihat potensi-potensi yang ada di Tambaklorok dengan tangkapan hasil lautnya dan bermacam-macam pengolahannnya beserta dengan potensi tambak-tambaknya, bisa dimanfaatkan sebagai wisata kuliner di Semarang. Kuliner memiliki potensi cukup besar, bisnis oleh-oleh yang kedepannya dapat dijadikan sebagai modal dalam pengembangan otonomi di desa tersebut.
Potensi-potensi yang dimiliki Desa Tambak Lorok dalam rangka pengembangan otonomi desa tersebut antara lain yaitu:


1.      Letak yang Strategis
Desa Tambak Lorok terletak di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara. Lokasi desa ini terbilang strategis, karena terletak di dekat pelabuhan internasional Tanjung Mas dan juga dilalui oleh jalur pantura yang merupakan pusat mobilitas kendaraan.
2.      Kekayaan Sumber Daya Perairan
Desa Tambak Lorok memeiliki sumber daya perairan yang beragam antara lain yaitu ikan mayung, ikan pindang, cumi, udang, dan lain-lain. Yang dapat diolah menjadi berbagai kuliner. Desa Tambak Lorok juga telah memebudayakan bandeng yang memiliki ukuran cukup besar yang biasanya diolah menjadi bandeng presto. Satu lagi produk olahan dari desa ini adalah kantung udara ikan. Olahan tersebut berasal dari kantung udara ikan manyung yang dikeringkan. Kantung ikan ini biasanya diekspor ke luar negeri. Satu kilogram olahan kantung udara ikan berukuran sedang harganya berkisar antara Rp 250.000,00-Rp 300.000,00. Untuk kantung udara ikan manyung yang berukuran besar sekitar Rp 400.000,00-Rp 500.000,00 per kilogramnya.
3.      Potensi Mangrove
Potensi mangrove yang dimiliki Desa Tambak Lorok sangatlah besar. Mangrove tersebut dapat dikembangkan menjadi wisata mangrove yang menjual estetika keindahan mangrove. Selain itu biota mangrove seperti kepiting bakau dapat di budidayakan dan dijadikan suatu hal yang bernilai jual. Akar, batang, daun, dan buah dari mangrove sendiri dapat diolah sebagai produk khas olahan mangrove, misalnya donat mangrove, kripik mangrove dan lain-lain.
Kondisi Umum Lingkungan Desa Tambak Lorok
Desa tambak lorok terletak di bagian Semarang Utara, Kelurahan Tanjung Mas. Desa ini terletak dipesisir laut pelabuhan Tanjung Mas, tidak terlalu jauh dari pusat kota Semarang. Aktivitas warga dikampung ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat nelayan didaerah lain. Desa ini merupakan desa nelayan karena hampir 90% masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Kondisi disekitar perkampungan nelayan ini tergolong kurang bersih karena terdapat limbah limbah dari pengupasan kerang hijau yang cangkangnya dibuang atau dibiarkan berceceran disekitar rumah masyarakatnya, limbah konveksi bekas-bekas kain dan juga sampah-sampah dari kegiatan rumah tangga masyarakat. Kondisi alam di pesisir pelabuhan Tanjung Mas juga sudah mulai tercemar, air laut yang sudah mulai keruh yang disebabkan oleh kapal-kapal bermesin yang menggunakan bahan bakar solar mulai mengotori air laut. Kondisi jalan yang mulai rusak dan udara yang gersang sehingga menyebabkan debu-debu berterbangan membuat akses jalan menuju perkampungan ini sedikit tidak nyaman. Diperkampungan ini terdapat pasar sebagai tempat jual beli masyarakatnya, karena masuk sebagai kampung nelayan barang-barang yang dijual dipasar juga tidak jauh dari hasil tangkapan nelayan berupa udang, rajungan maupun ikan-ikan laut lainnya.
Keadaan rumah mereka juga tidak terlalu layak, jika dibandingkan dengan rumah pada masyarakat desa pada umumnya sebagian besar bentuk rumah diperkampungan nelayan Tambak Lorok ini terlihat berbeda dibagian atapnya yang cenderung lebih rendah, namun ada juga beberapa bentuk rumah panggung di desa ini yang bertujuan agar saat rob air tidak masuk kerumah. Menurut data yang saya peroleh dari bapak Trianto sebagai narasumber yang diwawancarai penduduk yang tinggal di perkampungan nelayan ini sebagian besar tidak berasal dari semarang melainkan pendatang dari Demak. Ada juga yang berasal dari jepara bahkan dari surabaya.
Mata Pencaharian
Desa yang terletak dipesisir laut pelabuhan Tanjung Mas ini, 90% masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Menurut narasumber yang saya wawancarai yaitu bapak Trianto yang juga seorang nelayan masyarakat desa Tambak Lorok tidak hanya bekerja sebagai nelayan, namun ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik yang terletak tidak jauh dari perkampungan mereka, penjahit dan pengupas kijing (kerang hijau). Pengupas kijing (kerang hijau) disini biasanya dilakukan oleh para perempuan. Nelayan desa Tambak lorok biasanya melaut pada musim-musim tertentu. Hasil tangkapan mereka saat melaut kebanyakan adalah udang dan rajungan, tetapi jika laut sedang pasang pada awal bulan januari sampai akhir bulan januari mereka tidak pergi melaut melainkan beralih profesi sebagai pencari kerang hijau. Masyarakat desa Tambak Lorok menanam bambu-bambu di pinggiran laut untuk membudidayakan kerang hijau sebagai alternatif jika gelombang laut sedang tidak bersahabat yang mengakibatkan para nelayan desa Tambak Lorok tidak dapat melaut. Dengan tidak melautnya para nelayan dan menjadi pencari kerang hijau membuat pengeluaran untuk bahan bakar kapal juga lebih hemat. Tidak hanya beralih sebagai pencari kerang hijau, para nelayan desa Tambak Lorok ini juga memanfaatkan waktunya jika sedang tidak berlayar dengan memperbaiki mesin-mesin kapal mereka atau sekedar membersihkan kapal dan mengecat ulang kapalnya.
Seiring dengan perkembangan jaman, pekerjaan sebagai nelayan di desa Tambak Lorok ini tidak diturunkan kepada anak-anak si nelayan, meskipun mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan namun para pemuda ataupun anak-anak para nelayan tidak mau menjadi nelayan juga seperti ayahnya, namun mereka justru lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik. Para nelayan desa Tambak Lorok biasanya pergi melaut pada pagi hari sekitar pukul 06.00-12.00 namun jika melaut pada malam hari nelayan desa ini pulang pagi hari. Sementara para suami pergi melaut, para istri dirumah biasanya mengasuh anak ataupun cucu mereka, sebagai buruh pengupas kijing dan juga membantu para suami jika sudah pulang dari melaut. Ada juga yang berjualan warungan di depan rumah sebagai penghasilan tambahan. Pengahasilan yang didapat sebagai nelayan tidak menentu, jika pada hari biasa para nelayan bisa mendapat penghasilan sekitar 200-300 ribu dalam sekali melaut.

Pendidikan Masyarakat Desa Tambak Lorok
Seperti pada masyarakat nelayan didaerah-daerah lain, pendidikan pada masyarakat desa Tambak Lorok masuk dalam kategori menengah kebawah. Sebagian besar masyarakatnya hanya mengenyam bangku pendidikan sampai sekolah dasar ataupun sekolah menengah pertama, lulusan sekolah menengah atas juga ada namun itu sudah maksimal. Ada juga yang meneruskan ke jenjang perguruan tinggi namun hanya satu dua orang saja yang mampu. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Tambak Lorok yang tergolong menegah kebawah, terkait dengan mata pencaharian masyarakatnya yang sebagian besar adalah nelayan.
Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Tambak Lorok
Pembagian startifikasi sosial di masyarakat perkampungan nelayan Tambak Lorok ini tidak terlalu berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya, karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar para nelayan di desa ini umumnya memiliki kapal sendiri untuk melaut. Dalam sekali melaut biasanya kapal hanya diisi minimal oleh 2 orang nelayan. Namun jika kapal beranjang bisa diisi 8 sampai 10 orang nelayan saja, kapal beranjang sudah jarang digunakan dikarenakan harganya yang cukup mahal hingga puluhan juta. Jika kapal-kapal biasanya melaut mencari udang, pada kapal beranjang ini nelayan melaut mencari ikan teri. Pembagian kerja para nelayan saat melaut juga tidak terlalu diribetkan, kata bapak Trianto jika sudah di tengah laut mereka bekerja bersama saling bahu membahu, jika jaring yang ditebarkan sudah terisi hasil mereka menariknya keatas bersama-sama. Hasil tangkapan para nelayan dijual di tengkulak atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan sebutan bakul seret, para nelayan tidak menjual hasil tanggkapan laut mereka ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) karena menurut para nelayan harga lelang di TPI kurang dibanding jika dijual di tengkulak.
Interaksi Antar Masyarakat Tambak Lorok
Masyarakat nelayan desa Tambak Lorok hidup berdampingan dengan damai dan rukun. Namun dalam hal interaksi di masyarakat Tambak Lorok masih kurang, misalnya saja dalam pembangunan jalan sekitar desa, masyarakatnya kurang kompak dalam gotong royong pembangunan jalannya. Mayoritas masyarakat nelayan desa Tambak Lorok ini beragama islam. Pada masyarakat nelayan desa ini setiap bulan juga diadakan arisan PKK yang laksanakan pada minggu ke 2 sama seperti masyarakat desa pada umumnya. Terdapat perkumpulan-perkumpulan warga nelayan juga program pos pelayanan terpadu atau yang sering kita sebut dengan posyandu.
Melihat potensi dan kondisi sosial dari Desa Tambak Lorok tersebut maka perlu dilakukan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi desa. Salah satunya melalui pemberdayaan masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud yaitu bagaimana mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam rangka mengembangkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contoh dengan mengadakan pelatihan atau mengikutkan masyarakat pada pelatihan-pelatihan pengembangan kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Dapat juga dengan mengajak masyarakat mengunjungi kegiatan ditempat lain dengan maksud supaya masyarakat dapat melihat sekaligus belajar, kegiatan ini sering disebut dengan istilah studi banding. Dapat juga dengan menyediakan buku-buku bacaan yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan atau peminatan masyarakat. Masih banyak bentuk lainnya yang bisa diupayakan.
Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Merubah sikap bukan pekerjaan mudah, karena masyarakat sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun sudah melakukan hal itu. Untuk itu memerlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan sikap. Caranya adalah dengan memberikan penyadaran bahwa apa yang mereka lakukan selama ini merugikan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak informasi dengan menggunakan berbagai media, seperti buku-buku bacaan, mengajak untuk melihat tempat lain, menyetel film penerangan, dan masih banyak cara lain. Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain. Pada pengorganisasian masyarakat, kuncinya adalah menempatkan masyarakat sebagai pelakunya. Untuk itu masyarakat perlu diajak mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan dan pelestarian. Pelibatan masyarakat sejak awal kegiatan memungkinkan masyarakat memiliki kesempatan belajar lebih banyak. Pada awal-awal kegiatan mungkin pendamping sebagai pendamping akan lebih banyak memberikan informasi atau penjelasan bahkan memberikan contoh langsung. Pada tahap ini masyarakat lebih banyak belajar namun pada tahap-tahap berikutnya pendamping harus mulai memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencoba melakukan sendiri hingga mampu atau bisa. Jika hal ini terjadi maka dikemudian hari pada saat pendamping meninggalkan masyarakat tersebut, karena masyarakat dianggap sudah mampu untuk melakukannya sendiri atau mandiri.

Pemberdayaan untuk mewujudkan masyarakat mandiri guna melahirkan otonomi desa mempunyai beberapa cara yaitu:
Penyadaran
Untuk dapat maju atau melakukan sesuatu, orang harus dibangunkan dari tidurnya. Demikian masyarakat juga harus dibangunkan dari “tidur” keterbelakangannya, dari kehidupannya sehari-hari yang tidak memikirkan  masa depannya. Orang yang pikirannya tertidur merasa tidak mempunyai masalah, karena mereka tidak memiliki aspirasi dan tujuan-tujuan yang harus diperjuangkan. Penyadaran berarti bahwa masyarakat secara keseluruhan menjadi sadar bahwa mereka mempunyai tujuan-tujuan dan masalah-masalah. Masyarakat yang sadar juga mulai menemukan peluang-peluang dan memanfaatkannya, menemukan sumberdaya-sumberdaya yang ada ditempat itu yang barangkali sampai saat ini tak pernah dipikirkan orang.
Masyarakat yang sadar menjadi semakin tajam dalam mengetahui apa yang sedang terjadi baik di dalam maupun diluar masyarakatnya. Masyarakat menjadi mampu merumuskan kebutuhan-kebutuhan dan aspirasinya.

Pelatihan
Pendidikan di sini bukan hanya belajar membaca,menulis dan berhitung, tetapi juga meningkatkan ketrampilan-ketrampilan bertani, kerumahtanggaan, industri dan cara menggunakan pupuk. Juga belajar dari sumber-sumber yang dapat diperoleh untuk mengetahui bagaimana memakai jasa bank, bagaimana membuka rekening dan memperoleh pinjaman. Belajar tidak hanya dapat dilakukan melalui sekolah, tapi juga melalui  pertemuan-pertemuan informal dan diskusi-diskusi kelompok tempat mereka membicarakan masalah-masalah mereka.
Melalui pendidikan, kesadaran masyarakat akan terus berkembang. Perlu ditekankan bahwa setiap orang dalam masyarakat harus mendapatkan pendidikan, termasuk orangtua dan kaum wanita. Ide besar yang terkandung dibalik pendidikan kaum miskin adalah bahwa pengetahuan menganggarkan kekuatan.

Pengorganisasian
Agar menjadi kuat dan dapat menentukan nasibnya sendiri, suatu masyarakat tidak cukup hanya disadarkan dan dilatih melalui beberapa ketrampilan saja, tapi juga harus diorganisir.
Organisasi berarti bahwa segala hal dikerjakan dengan cara yang teratur, ada pembagian tugas diantara individu-individu yang akan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas masing-masing dan ada kepemimpinan yang tidak hanya terdiri dari beberapa gelintir orang tapi kepemimpinan yang ada di setiap tingkatan. Tugas-tugas harus dibagikan pada berbagai kelompok, termasuk kaum muda, kaum wanita, dan orangtua. Pembukuan yang sehat juga sangat penting. Semua orang harus mengetahui penggunaan uang dan berapa sisanya. Pembukuan harus dikontrol secara rutin misalnya setiap bulan untuk menghindari adanya penyelewengan.

Pengembangan Kekuatan
Kekuasaan berarti kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Bila dalam suatu masyarakat tidak ada penyadaran, latihan atau organisasi, orang-orangnya akan merasa tak berdaya dan tak berkekuatan. Mereka berkata “kami tidak bisa, kami tidak punya kekuatan”.

Membangun Dinamika                                                                                 
Dinamika masyarakat berarti bahwa masyarakat itu sendiri yang memutuskan dan melaksanakan program-programnya sesuai dengan rencana yang sudah digariskan dan diputuskan sendiri. Dalam konteks ini keputusan-keputusan sedapat mungkin harus diambil di dalam masyarakat sendiri, bukan diluar masyarakat tersebut.
Lebih jauh lagi, keputusan-keputusan harus diambil dari dalam masyarakat sendiri. Semakin berkurangnya kontrol dari masyarakat terhadap keputusan-keputusan itu, semakin besarlah bahaya bahwa orang-orang tidak mengetahui keputusan-keputusan tersebut atau bahkan keputusan-keputusan itu keliru. Hal prinsip bahwa keputusan harus diambil sedekat mungkin dengan tempat pelaksanaan atau sasaran.
Pendamping dalam pemberdayaan masyarakat antara lain kabupaten, Fasilitator Kecamatan, Asisten Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Desa, Camat, atau nama pendamping lainnya. Pada dasarnya siapa saja yang berperan mendampingi masyarakat dikategorikan sebagai pendamping.
Secara garis besar pendamping masyarakat memiliki 3 peran yaitu: pembimbing, enabler, dan ahli. Sebagai pembimbing, pendamping memiliki tugas utama yaitu membantu masyarakat untuk memutuskan/menetapkan tindakan. Disini pendamping perlu memberikan banyak informasi kepada masyarakat, agar masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat memilih dan menetapkan tindakan yang dapat menyelesaikan masalah mereka.
Sebagai pendamping, mereka harus mampu mendorong masyarakat untuk mengenali masalah atau kebutuhannya berikut potensinya. Mendorong masyarakat untuk mengenali kondisinya, menjadi begitu penting karena hal ini adalah langkah awal untuk memulai kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kemampuan masyarakat. Keterampilan fasilitasi dan komunikasi sangat dibutuhkan untuk menjalankan peran ini. Sebagai ahli, pendamping dengan ketrampilan khusus yang diperoleh dari lingkup pendidikannya atau dari pengalamannya dapat memberikan keterangan-keterangan teknis yang dibutuhkan oleh masyarakat saat mereka melaksanakan kegiatannya.
Keterangan-keterangan yang diberikan oleh pendamping bukan bersifat mendikte masyarakat melainkan berupa penyampaian fakta-fakta saja. Biarkan masyarakat yang memutuskan tindakan yang akan diambil. Untuk itu pendamping perlu memberikan banyak fakta atau contoh-contoh agar masyarakat lebih mudah untuk mengambil sikap atau keputusan dengan benar. Sehingga pendamping harus mampu membangun kepercayaan bersama masyarakat, mampu mengenali potensi masyaraka, mampu berkomunikasi dengan masyarakat, profesional dalam pendekatan kepada masyarakat, memahami kondisi masyarakat, punya ketrampilan dasar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengetahui keterbatasan diri sehingga tahu.

Selain pemberdayaan masyarakat Tambak Lorok, Dalam pelaksanaan otonomi desa perlu dilaksanakan suatu reformasi birokrasi. Bagaimanapun juga desa harus mempunyai hak untuk mandiri dalam memajukan masyarakatnya secara demokratis, baik dibidang politik, ekonomi, maupun budaya, memerlukan suatu birokrasi yang reformis, efisien, kreatif, inovatif, dan mampu menjawab tantangan dalam menghadapi ketidakpastian di masa kini dan akan datang. Dengan penerapan otonomi desa yang mengedepankan desentralisasi dan demokrasi, sangat besar harapan digantungkan agar pemerintahan desa di Tambak Lorok tersebut dapat meningkatkan akuntabilitasnya dengan mempertanggungjawabkan hasil kerja mereka kepada masyarakat.

Sedangkan dalam pelaksanaan pemerintahan, desa tersebut dituntut adanya suatu aspek tata pemerintahan yang baik (good governance), dimana salah satu karakteristik atau unsur utama dari good governance adalah akuntabilitas. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk tanggungjawab pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Jadi, akuntabilitas pemerintahan sangat diperlukan sebagai penunjang penerapan otonomi desa agar dapat berjalan dengan baik. Karena desa yang otonom akan memberi ruang gerak yang luas pada perencanaan pembangunan yang merupakan kebutuhan nyata masyarakat dan tidak terbebani oleh program-program kerja dari berbagai instansi dan pemerintah. Kita tahu bahwa desa Tambak Lorok  memiliki kondisi dan potensi yang khas, berbeda dengan desa lainnya, demikian pula aspirasi dan karakter masyarakatnya. Oleh sebab itu, pembangunan di desa ini memang sepatutnya lebih banyak ditentukan oleh masyarakat desa sendiri. Kedudukan pemerintah desa telah diberi kewenangan penuh untuk memberdayakan masyarakatnya dan tentu harus mempunyai kemampuan untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan lebih mengedepankan hak-hak masyarakat.  
Selain meningkatkan akuntabilitas di desa Tambak Lorok tersebut. Maka Economies of scale juga perlu ditingkatkan, Economies of scale  menjelaskan bahwa penyerahan urusan itu akan menciptakan efisiensi, efektifitas dan ekonomis dalam penyelenggaraanya. Ini berkaitaan dengan economies of scale(skala ekonomis) dalam pemberian pelayanan tersebut. Untuk itu harus ada kesesuaian antara skala ekonomis dengan catchment area (cakupan daerah pelayanan). Persoalannya adalah sejauhmana skala ekonomis itu sesuai dengan batas-batas wilayah administrasi Pemda yang sudah ada. Makin luas wilayah yang diperlukan untuk mencapai skala ekonomis akan makin tinggi otoritas yang diperlukan. Setelah itu Eksternalitas juga perlu ditingkatkan, Eksternalitas adalah dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang memerlukan pelayanan tersebut. Eksternalitas sangat terkait dengan akuntabilitas. Makin luas eksternalitas yang ditimbulkan akan makin tinggi otoritas yang diperlukan untuk menangani urusan tersebut. Contoh, sungai atau hutan yang mempunyai eksternalitas regional seyogyanya menjadi tanggung jawab Provinsi untuk mengurusnya.

Dengan demikian dapat terlihat jelas bahwa salah satu esensi dari penerapan otonomi desa di Tambak Lorok ini diarahkan sebagai wahana untuk mewujudkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan menuju masyarkat yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Dari esensi tersebut maka timbulah suatu kewajiban untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat dimana di dalamnya dicanangkan salah satu tujuan khusus yaitu meningkatkan partisipasi ,masyarakat dalam merencanakan proses pengambilan keputusan, implementasi, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan.
Setelah kita melakukan dan membahas tentang pemberdayaan masyarakat dan membentuk pemerintah desa yang otonom di desa Tambak lorok , maka tahap selanjutnya adalah penyusunan atau proses anggaran di desa tersebut, proses ini sangat penting karena berkaitan dengan rencana strategis sebuah desa, kita tahu  bahwa terkait dengan proses penganggaran di tingkat desa, pemerintahan desa mulai mendapatkan hak, mengenai keuangan desa ini sudah jelas diatur dalam pasal 212 UU No. 32 tahun 2004 dan bab VII dalam PP No 72 tahun 2005. Di sini, diuraikan bahwa desa mendapatkan hak untuk mencari pendapatan di desa yang bersumber dari:
·         Pendapatan asli desa;
·         Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
·         Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh  kabupaten/kota;
·         Bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota;
·         Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
Untuk pengelolaan keuangan desa yang diakui oleh UU, Pemerintah Desa mendapatkan otonomi sepenuhnya, yang penggunaannya adalah untuk penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pemberdayaan rakyat desa. Kewenangan pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Kepala Desa yang diwujudkan lewat peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Sedangkan pedoman mengenai APBDes ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pembuatan APBDes dilakukan oleh Kepala Desa bersama-sama BPD. APBDes adalah anggaran pendapatan dan belanja desa yang disusun setiap awal tahun anggaran. Sedangkan RENSTRA Desa adalah rencana strategis desa, atau rencana jangka menengah pembangunan desa. Dalam kerangka idealnya, hendaknya APBDes yang disusun berdasarkan pada program-program yang tertuang dalam Renstra.
Kebijakan Otonomi Desa yang diterapkan di desa Tambak Lorok ini merupakan peluang yang baik bagi masyarakat desa tersebut untuk terlibat langsung dalam proses penganggaran. Jika selama ini, masyarakat desa selalu disisihkan atau tak diberi ruang untuk ikut terlibat memikirkan kebijakan pembangunan yang berdampak langsung dengan kehidupannya. Di desa ini nantinya pertemuan antara rakyat desa dengan pejabat desa mudah dan sering terjadi. hal ini disebabkan jarak, waktu, lokalitas dan personalitas yang saling berdekatan, dibandingkan antara rakyat desa dengan pemerintahan kabupaten/kota. rakyat dapat bertemu langsung dengan pejabat desa ketika mereka menginginkan sehingga ruang-ruang interaksi terbuka lebar. Keuntungan ini harus dimanfaatkan oleh rakyat desa untuk mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh Kepala Desa dan BPD. Walaupun UU tidak mensyaratkan perumusan APBDes melibatkan rakyat desa secara keseluruhan, rakyat harus dapat menyakinkan kepada para pejabat desa untuk melibatkan mereka. Argumentasinya adalah segala hal yang terkait dengan proses kehidupan di desa, termasuk anggaran untuk pembangunan wajib untuk dibicarakan oleh seluruh komponen atau rakyat yang berada di desa tersebut. Proses partisipasi rakyat desa ruangnya harus dibuka selebar mungkin sehingga APBDes yang kemudian disahkan merupakan formulasi yang memayungi seluruh aspirasi dan kebutuhan desa, dan tidak menjadi monopoli oligarki kekuasaan orang-orang tertentu seperti selama ini terjadi.
Setelah proses penganggaran selesai dilaksanankan di desa tersebut, tahap terakhir guna mencapai otonomi desa adalah terbentuknya proses partisipatif. Penguatan kapasitas kelompok masyarakat yang ada di desa dan aparat desa untuk bersama membangun sistem kebijakan yang lebih demokratis lewat penerapan good local governance harus mulai diperkenalkan dan diwujudkan eksistensinya. Penguatan kapasitas tersebut dapat dilakukan bersama-sama dengan orang/kelompok/organisasi dari luar desa dengan rakyat di desa.
Namun upaya untuk menjadikan desa sebagai ujung tombak masih dihalangi oleh beberapa hambatan baik struktural maupun kultural di tingkatan desa diantaranya:
·         Kapasitas masyarakat yang relatif rendah
·         Masyarakat desa belum terorganisir dengan baik, atau belum optimal menggunakan lembaga-lembaga desa yang ada
·         Kapasitas dan fasilitas bagi aparatur desa yang belum memadai untuk mendorong perencanaan dan implementasi pembangunan desa
·         Putusnya representasi dari masyarakat desa terhadap proses kebijakan di tingkatan desa maupun yang lebih tinggi
·         Tidak adanya mekanisme partisipasi yang dapat memfasilitasi masyarakat desa untuk terlibat langsung di dalam menyediakan dokumen perencanaan yang berbasis kebutuhan nyata masyarakat.
Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam memecahkan persoalan tersebut. Pertama, dengan pendekatan top down dalam artian harus ada upaya-upaya mempengaruhi pendapat para elit dan mengantarkan mereka pada kesadaran akan pentingnya proses penganggaran yang partisipatif. Kedua, dengan pendekatan bottom up dimana masyarakat yang selama ini menjadi pihak yang seharusnya mendapatkan manfaat dari anggaran benar-benar mau mengorganisir diri kemudian bersama-sama mendorong kebijakan anggaran daerah yang partisipatif. Kedua jenis pendekatan diatas harus dipadukan agar supaya proses mempengaruhi kebijakan anggaran daerah dapat berjalan efektif dan maksimal. Pendekatan top down dapat dilakukan dengan mengupayakan adanya perubahan kebijakan di tingkat Pemerintah Kabupaten/kota yang lebih memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menggunakan anggaran daerah sesuai dengan prioritas kebutuhan dimasing-masing desa/kelurahan.
Pengembangan otonomi desa di Desa Tambak Lorok ini dilaksanakan berdasarkan beberapa dasar hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Dalam prakteknya, penerapan otonomi di desa ini, memuat tiga agenda, yaitu pertama, pemberdayaan masyarakat, Kedua, perencanaan anggaran pembangunan desa Dan ketiga,  Penguatan akuntabilitas pemerintahan desa dalam  Penguatan pemberdayaan masyarakat desa dalam rangka pengembangan otonomi desa di desa Tambak Lorok ini dicanangkan melalui beberapa program. Program pemberdayaan masyarakat yang dirancang khusus oleh pemerintah pusat yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan. Sedangkan Kendala yang dihadapi dalam menguatkan akuntabilitas pemerintahan desa di Desa Tambak Lorok ini diantaranya yaitu, masih kurang tanggapnya masyarakat atas informasi laporan penyelenggaraan pemerintahan desa yang telah disampaikan, pengawasan atas pertanggungjawaban pemerintah desa dari pihak pendamping yang diterjunkan oleh pemerintah dirasakan kurang, dan evaluasi yang seharusnya dilakukan oleh walikota yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar evaluasi bagi pemerintah desa dalam menyelenggarakan pemerintah desa sampai saat ini belum dilakukan. Sedangkan kendala dalam menguatkan pemberdayaan masyarakat desa di Desa tersebut, diantaranya yaitu, pertama, masih banyak anggota dari program pemberdayaan masyarakat yang tidak mengembalikan uang simpan pinjam secara tepat waktu sehingga mengakibatkan uang tidak dapat berputar supaya dapat dipinjam oleh anggota lain. Kedua, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang nilai lebih Pemberdayaan hasil laut.

Untuk itu diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat untuk member tanggapan atas informasi laporan pertanggungjawaban pemerintah desa yang telah disampaikan kepada masyarakat. Karena dengan adanya tanggapan dari masyarakat dapat dijadikan evaluasi dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di desa Tambak Lorok ini. Dalam hal pengawasan, sebaiknya pendamping yang diterjunkan oleh pihak pemerintah dapat meninjau pelaksanaan pertanggungjawaban pemerintah desa tersebut secara merata dan teratur. Karena dengan tinjauan secara teratur akan mengurangi celah untuk melakukan ketidaktransparanan dalam penyelenggaraan pemerintah desa. Dan yang terakhir perlu adanya peningkatan sosialisasi pada setiap program pemberdayaan masyarakat untuk menghindarkan kegagalan pada setiap program yang sudah dirancang.

Intinya dalam rangka otonomi desa pemerintah harus menciptakan kehidupan demokratis, memberi pelayanan publik dan sipil yang cepat dan membangun kepercayaan masyarakat menuju kemandirian desa. Untuk itu desa tidak dikelola secara teknokratis tetapi harus mampu memadukan realita kemajuan teknologi yang berbasis pada sistem nilai lokal yang mengandung tata aturan, nilai, norma, kaidah dan pranata-pranata sosial lainnya. Potensi-potensi desa berupa hak tanah (tanah bengkok, titisari dan tanah-tanah khas desa lainnya), potensi penduduk, sentra-sentra ekonomi dan dinamika sosial-politik yang dinamis itu menuntut kearifan dan profesionalisme dalam pengelolaan desa menuju optimalisasi pelayanan, pemberdayaan, dan dinamisasi pembangunan masyarakat desa.
Kejelian pemerintah dalam implementasi kebijakan otonomi desa hendaknya diarahkan pada potensi-potensi yang dimiliki desa, untuk itu proses pertumbuhan dan perkembangan dapat terarah termasuk aktualisasi nilai-nilai lokal tidak dapat dimaksudkan untuk mengembalikan desa ke zaman lama, melainkan hendak dijadikan sebagai koridor dalam proses transformasi, agar jalan yang ditempuh tidak destruktif, melainkan tetap mempertimbangkan kepentingan generasi ke depan Esensi dan substansi rujukan tersebut di atas yaitu kesejahteraan masyarakat, partisipasi aktif dan upaya membangun kepercayaan bersama yang dibingkai dengan sinergitas antara pemerintah dengan yang diperintah. Upaya mengawal tujuan desentralisasi dan otonomi desa itu memerlukan komitmen politik dan keberpihakan kepada desa menuju kemandirian desa


Daftar Rujukan
HAW. Widjaja. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat, dan Utuh. Jakarta: Rajawali Pres
Ishak Pulukadang. 2005. “Menimbang Kembali Kebijakan Otonomi Daerah “dalam  Syamsudin Haris Desentralisasi & Otonomi Daerah (Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah). Jakarta: LIPI Press



No comments:

Post a Comment