BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era reformasi
ini, masyarakat umum dan organisasi-organisasi kemasyarakatan khususnya,
memerlukan pemimpin-pemimpin yang menghayati peran dan fungsinya. Bila
masyarakat dan organisasi dipimpin oleh pemimpin yang demokratis, maka ada
harapan bahwa bangsa kita akan berhasil menjalani proses demokratisasi dan
kemudian mencapai cita-cita kehidupan yang adil dan makmur sesuai yang
dicita-citakan. Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai suatu proses
yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk menunaikan
suatu misi, tugas, atau tujuan dan mengarahkan organisasi yang membuatnya padu
dan lebih masuk akal. Seseorang menjalani proses sebagai pemimpin dengan
menerapkan seluruh atribut kepemimpinannya (keyakinan, nilai-nilai, etika,
karakter, pengetahuan, dan ketrampilan). Bernard Bass dalam buku Kepemimpinan
B.R. Wirjana (2005:3) menjelaskan bahwa ada tiga cara dasar untuk menjadi
pemimpin, yaitu beberapa pembawaan kepribadian yang memungkinkan seseorang
secara alami mencapai peran kepemimpinan (Trait Theory), adanya krisis atau
kejadian yang penting menyebabkan seseorang muncul untuk menghadapinya sehingga
menampilkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang luar biasa pada seseorang (The
Great Events Theory), dan yang memilih untuk menjadi pemimpin.
Dewasa ini kita
telah mengetahui berbagai macam karekteristik pemimpin dengan berbagai macam
pula manajemen yang diperankan, sebagai pemimpin yang ideal tanpa memiliki rasa
kepentingan bersifat mementingkan sebagian pihak, tentunya figur seorang
pemimpin yang selalu membela keperluan rakyatlah yang kita harapkan. Sebagai
bangsa yang mayoritas dengan keberagaman agama, budaya, suku, dan ras kemudian
melahirkan bermacam pemikiran pola tingkah laku dan sifat, sebagai pemimpin
harus dapat menselaraskan kebergaman ini sehingga tidak ada yang merasa di
kucilkan, inilah salah satu tantangan yang berada dalam kondisi serba modernisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang di kemukakan diatas dapat diambil sebuah rumusan masalah
yaitu
1. Apa
yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Apa
yang dimaksud dengan Tipe dan Gaya kepemimpinan?
3. Bagaimana
Gaya Kepemimpinan Presiden di Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kepemimpinan
Konsep
kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata “pimpin” yang artinya bimbing atau
tuntun dan dari kata “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang
yang membimbing atau menuntun. Sedangkan kepemimpinan sendiri yaitu kemampuan
seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan. Menurut James L. Gibson dalam Pasolog (2010:110),
Kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak
memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Menurut Ralph M. Stogdill dalam Ambar Teguh
Sulistyani (2008:13), Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan
sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai
tujuan. Menurut Joseph C. Rost dalam
Ambar Teguh Sulistyani (2008:13), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang
saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan
perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Selain pendapat para ahli
diatas tentu masih terdapat banyak pendapat lagi terkait dengan definisi
kepemimpinan itu sendiri. Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi orang lain dalam
melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2.2 Tipe dan Gaya Kepemimpinan
Dalam memimpin,
seorang pemimpin tentu memiliki gaya dan style yang berdeda-beda dengan
pemimpin lain. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan
kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya sendiri
yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya akan
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinannya. Kartini
Kartono dalam Pasolog (2010:118), membagi tipe kepemimpinan dalam delapan
tipe, yaitu (1) Tipe Karismatik, (2) Tipe Peternalistik, (3) Tipe Militeristik,
(4) Tipe Otokratis,, (5) Tipe Laissez Faire, (6) Tipe Populistis, (7) Tipe
Administratif/Eksekutif, (8) Tipe Demokratis yang kemudian
dirangkum dalam lima tipe kepemimpinan yaitu:
1. Tipe Kepemimpinan Otokrasi
Pemimpin
yang bertipe otokrasi, yaitu dalam mengambil keputusan dipusatkan dalam
pemimpin. Dalam hal ini pemimpin bebas untuk menentukan kebijakan dan menyusun,
mendefinisikan dan memodifikasi tugas-tugas sesuai dengan keinginannya.
Pemimpin otokrasi diwarnai printah –perintah yang dirujukan dengan bawahan.
Manfaat gaya otokrasi ini iyalah dalam hal pengambilan keputusan yang terpusat
pada pemimpin dapat mengambil keputusan dengan cepat. Akan tetapi bagi pegawa
yang tidak menguntungkan karena keutusan yang diambil biasnya tidak sesiuai
dengan kondisi sebenarnya. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan
ketergantungan pada pimpinan, maupun kepastian terhadap tujuan organisasi.
2. Tipe demokratik
Pemimpin
yang tipe demoratik populer ada era manajemen neo-klasik, pendekatan yang
digunakan yaitu partisipatif agar terwijudkrja sama dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi dengan memberdayakan bawahan dengan ikut serta dalam
pengambilan keputusan. Pendekatan ini membebaskan pimpinan dalam hal tanggung
jawab pengambilan keputusan. Tetapi pendekatan ini mengharuskan untuk mengakui
kecakapan para bawahan dalam mengajukan usul-usul dan ketegasn yang didasarkan
pada latihan dan pengalman mereka.
3. Tipe Karismatik
Pemimpin
yang bertipe karismatik memiliki bebarapa hal yaitu : (1) kekuatan energi yang
sangat luar biasa, (2) memiliki daya tarik yang tinggi dan, (3) wibawa yang
alami. Sehingga ia mempunyai pengikut tanpa dimobilisasi. Bahkan ada yang
menyebut pemimpin karismatik diaanggap memiliki kekuatan gaib (supranatural
power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diberikan oleh sang
pencipta.
4. Tipe Laissez Faire
Pemimpin
yang bertipe laissez faire yaitu pemimpin yang memberikan kebebasan kepada
bawahannya untuk bertindak tanpa diperintahkan. Dalam artian bahwa membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya. Pemimpin tidak ikut
berpatisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga semua kegiatan dan tanggung
jawab dilakukan oleh bawahan sendiri.
5. Tipe Paternalistik
Pemimpin
yang bertipe peternalistik pada umumnya terdapat pada masyarakat yang masih
tradisional dan agraris, pemimpin yang bertipe peternalistik dapat dilihat
dari: (1) hubungan famili atau ikatan promodial, (2) adat istiadat yang sangat
besar pengaruhnya terhadap perilaku, (3) hubungan peribadi yang masih menonjol.
Ciri utama masyarakat tradisional yaitu rasa hormat yang tinggi kepada orangtua
atau seorang yang dituakan. Orang tua atau orang yang dituakan dihormati karena
perilakunya dapat dijadikan teladan atau panutan oleh orang lain.
2.3 Gaya Kepemimpinan Presiden Di
Indonesia
2.3.1
Presiden
Soekarno: Pemimpin yang Memperhatikan Keseimbangan
Presiden
pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di
Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Semasa
hidupnya, Soekarno adalah sosok yang senantiasa
belajar apa saja dan dari siapa saja. Soekarno adalah seorang pemimpin
yang lentur terhadap gaya, tetap tegas dalam standar, teristimewa di tengah
kemajemukan rakyat Indonesia. Kita tahu bahwa Beliau memiliki gaya kepemimpinan
yang sangat populis, bertempramen meledak-ledak, tidak jarang lembut dan
menyukai keindahan. Gaya kepemimpinan yg diterapkan oleh Ir.
Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau
partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era
tersebut. Sifat kepemimpinan yg juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya
diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif & inovatif serta kaya
akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi
panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan
Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara barat
(Amerika dan Eropa). Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki
semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta
kemerdekaan Bangsanya. Oleh karena itu visi dan misi saja tidaklah cukup jika
seorang pemimpin ingin berhasil dalam mencapai tujuannya. Seorang pemimpin
dituntut untuk mengembangkan kecerdasan emosional agar mampu menghargai
perbedaan di sekitarnya dan menjaga hubungan emosional para pengikutnya
sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
2.3.2
Presiden
Soeharto: Dibenci, Dipuji Untuk Kemudian Dirindukan
Diawali
dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966 kepada Letnan
Jenderal Soeharto, maka Era Orde Lama berakhir diganti dengan pemerintahan Era
Orde Baru. Pada awalnya sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan menonjol dari
Presiden Soeharto adalah kesederhanaan, keberanian dan kemampuan dalam
mengambil inisiatif dan keputusan, tahan menderita dengan kualitas mental yang
sanggup menghadapi bahaya serta konsisten dengan segala keputusan yang
ditetapkan.Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya
kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya
kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu
yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan
perlunya langkah-langkah penyesuaian. Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai
dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya.
Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan
dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara.
Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan mengatasnamakan
kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah partai politik,
penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah besar kursi pada
dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer, dan semua
tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai
penguasa Golkar.
Bila
melihat dari penjelasan singkat di atas maka jelas sekali terlihat bahwa mantan
Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, dominan, dan
sentralistis. Sebenarnya gaya kepemimpinan otoriter yang dimilikinya merupakan
suatu gaya kepemimpinan yang tepat pada masa awal terpilihnya Soeharto sebagai
Presiden Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan pada masa itu tingkat
pergolakan dan situasi yang selalu tidak menentu dan juga tingkat pendidikan di
Indonesia masih sangat rendah. Presiden Soeharto juga cenderung
direpresentasikan sebagai seorang pemimpin yang lebih mementingkan pembangunan
ekonomi dibanding pembangunan sektor-sektor lainnya.
2.3.3
Presiden
BJ. Habibie: Cerdas, Dan Tahan Banting
Prof.
Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25
Juni 1936 adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Menjadi presiden
bukan karena keinginannya. Hanya karena kondisi sehingga ia jadi presiden.
Orang yang cerdas tapi terlalu lugu dalam politik. Karena ingin terlihat bagus,
ia membuat blunder dalam masalah timor timur. Sebenarnya gaya kepemimpinan
Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan
sendi dan Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini,
kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih
besar. Pada saat itu pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat.
Pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi
sangat terbuka dalam berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam
bergaul, tetapi tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi
tetapi kurang tekun dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan
negara, Habibie pada dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan
yang lama di dunia barat. Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup,
cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi
penuh emosional, ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat.
Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya. Bertindak cepat,
rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik ini
diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie
digambarkan sebagai pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri
dalam berwacana dan alergi terhadap kritik.
2.3.4
Presiden
Abdurrahman Wahid: Sang Penakluk Yang Pluralis
Pemimpin
Indonesia ke-4, Kyai Haji Abdurrahman Wahid terlahir dari desa Jombang, Jawa
Timur pada 7 September 1940. Tokoh nasional dan agama ini lebih akrab dengan
sapaan Gus Dur. Beliau dikenal memliki sikap toleransi beragama, sangat liberal
dalam pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak disiplin, dan
berkepemimpinan ala LSM. Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah
gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan
semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi
satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Pelaksanaan dan
keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan
partisipasi aktif para pelaksana di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam
proses pengambilan keputusan atau kebijaksanaan. Beliau ini awalnya memberikan
banyak harapan untuk kemajuan Indonesia. Seolah bisa menjadi figur yang bisa
diterima oleh berbagai kelompok didalam dan luar negeri. Tapi setelah menjadi
presiden, bicaranya ngelantur tidak karu-karuan. Hari ini A, besok B lusa C.
Sebagai rakyat aku sendiri ikut capai mikirin Negara di bawah Gus Dur ini.
Orang seperti ini yang dianggap 1/2 wali oleh sebagian orang ini cukup
berbahaya untuk memimpin bangsa. Beruntung pada 23 Juli 2001 MPR
melengserkannya dari kursi presiden karena kritikan berat dari lawan-lawan
politiknya.
2.3.5
Presiden
Megawati Soekarno Putri: 10 Tahun Menunggu Kemenangan
Diawal
april tahun 2014, Megawati boleh berbagga. Pilihannya menjadi oposisi dalam
pemerintahan selama 2 periode terbayar. Selama menjadi presiden, Megawati
selalu berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan.
Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam
kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan
pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe Darussalam. Gaya kepemimpinan
megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi situasi bangsa
yang sedang memanas. Pemimpin yang satu ini merupakan pemimpin lebih banyak
menjual image orang tua beliau, dari pada image dirinya sendiri. Beliau
merupakan presidennya “wong cilik”, memang benar “wong cilik” yang sering kami
tanya mengenai hal ini banyak yang memilih beliau karena beliau mempunyai
perhatian yang tinggi kepada mereka dengan menyediakan bahan pokok murah, namun
banyak aset perusahaan negara yang dijual untuk membeli bahan pokok bagi
rakyat. Memang orang yang hanya berfikir hidup, akan merasa terbantu sekali
dengan model kepemimpinan beliau ini. Namun sebagian orang juga tidak setuju
penjualan aset tersebut. kurang dapat memprediksikan gaya pemerintahan beliau,
karena semuanya lebih bergantung kepada anggota kabinet daripada sosok beliau
sendiri. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia
cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya.
Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi. Presiden ini
cukup demokratis, tapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional.
Ia alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg,
nyaris tidak pernah menyentuh visi misi pemerintahannya.
2.3.6
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono: Pemimpin Yang Berwibawa dan Bijaksana
Beliau
ini presiden pertama yang dipilih oleh rakyat. Orangnya mampu dan bisa menjadi
presiden. Juga cukup bersih, kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat
membaik. Sayang tidak mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau
tidak leluasa mengambil keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di
parlemen. Apalagi untuk mengangkat kasus korupsi dari orang dengan back ground
parpol besar, beliau keliahatan kesulitan. Sayang sekali saat Indonesia punya
orang yang tepat untuk memimpin, parlemennya dipenuhi oleh begundal-begundal
oportunis yang haus uang sogokan. Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam
lingkungan tentara dan ia juga berlatar belakang tentara karir, tampak agak
formal. Kaum ibu tertarik kepada SBY karena ia santun dalam setiap penampilan
dan apik pula berbusana. Penampilan semacam ini meningkatkan citra SBY di mata
masyarakat. SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di
manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara kalangan
yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak "decisive"
(tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu
defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia
dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik
2.3.7
Presiden
Joko Widodo: Tegas, Berani Dan Sederhana
Joko
Widodo atau Jokowi adalah presiden ke-7 Indonesia ini lahir pada 21 Juni 1961
di Surakarta. Gaya kepemimpinan seorang Joko Widodo memang tergolong unik,
sebab Jokowi, orang-orang menyebutkan memiliki sebuah gaya kepemimpinan yang
lain dari pada yang lain dimana semua keputusan keputusan yang diambilnya
cenderung nyeleneh namun mengandung sebuah hal yang penting dalam masyarakat.
Jokowi hadir begitu cepat, sosok yang begitu dinanti nanti pada jaman seperti
sekarang ini, dimana banyak masyarakat yang sudah bosan dengan kondisi kepemimpinan
sekarang ini. Banyak masyarakat yang menginginkan sebuah perubahan dalam hal
kepemimpinan bangsa ini, dan Jokowi pun hadir ditengah tengah kita dengan citra
sebuah pemimpin yang sangat peduli dengan kaum kaum kelas bawah dan sangat
peduli dengan srakyat kecil, banyak masyarakat Indonesia menggantungkan
perubahan bangsa ini pada sosok Joko Widodo. Konsep kepemimpinan Jokowi adalah
servant, dimana dalam konsep kepemimpinan ini pemimpin adalah menjadi seorang
pelayan, dimana yang dimaksud adalah Jokowi secara langsung terjun kedalam
kehidupan masyarakat dan mengetahui bagaimana nasib dan keluhan ynag mereka
alami saat ini. Dimana disini Jokowi secara tidak langsung mecritrakan bahwa
“saya adalah pelayan anda” dengan motto bekerja dan melayani. Konsep ini lah
yang dipegang teguh oleh Jokowi sehingga banyak orang mengidolakan Joko Widodo
sehingga beliau mampu menjadi pemimpin No.1 di Negara Indonesia sekarang ini.
Jokowi sangat cinta terhadap masyarakat, hal ini terbukti bahwa dia selalu
berusaha untuk dekat bahkan menyamakan diri dengan masyarakat.
Gaya
kepemimpinan Presiden Jokowi ini bisa menjadi contoh, bagaimana sosok pemimpin
yang tegas, berani dan konsisten meski Jokowi dari orang yang terlihat
sederhana. saat terpilih menjadi presiden, Jokowi telah menunjukkan
ketegasannya dalam memimpin sebagai kepala negara. Di antaranya, Jokowi dengan
tegas membatalkan penetapan Budi Gunawan sebagai kapolri karena diduga
melakukan korupsi. Ditambah lagi, memberhentikan sementara Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi Abraham Samad karena diduga terlibat kriminal dan kini
menjalani proses hukum. Dalam sistem politik yang demokratis, pemimpin yang
tegas dan berani tidak identik dengan militer. Latar belakang militer tidak
otomatis lebih berani, lebih tegas atau lebih nasionalis. Pemimpin kuat juga
tidak sama dengan pemimpin yang membuat kebijakan dan menerobos aturan. Dalam
demokrasi di mana hukum dikedepankan, sikap tegas, berani dan konsisten justru
bisa ditunjukkan dengan cara-cara yang lembut dan santun seperti Jokowi.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah kita
mengetahui gaya kepemimpinan ketujuh presiden Indonesia, kita tahu bahwa
kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan.
Dimana untuk menjadi pemimpin bukan
hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang
berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang
akan diterapkan. Bekal utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang
pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan
pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya
sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan
yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari
dalam diri seseorang.
3.2
Saran
Kita tahu di
Indonesia ini Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi
manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling
tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia di seluruh elemen
pemerintahan memiliki pemimpin yang sangat tangguh berkualitas dan berbudaya
tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada
pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa
memimpin dengan baik, maka pengikut pun tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena
itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Dimana Makin kuat yang
memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Anas,
Azwar dkk. 2014. Jokowi Sosok Satrio
Piningit. Yogyakarta: Citra Media
2. Pasolong,
Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta
3. Sedarmayanti.
2010. Reformasi Administrasi Publik,
Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima
dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung : Refika Aditama
4. Sulistiyani, Ambar Teguh. 2008. Kepemimpinan Profesional; Pendekatan
Leadership Game. Yogyakarta: Gava Media
5.
Wirjana, Bernadine dan Susilo Supardo. 2005. Kepemimpinan,
Dasar-Dasar dan Pengembangannya; Yogyakarta: CV. Andi offset