Thursday 16 March 2017

REVIEW UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025

BAB 1
KETENTUAN UMUM RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.
Sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahunan, yaitu RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024.
Sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disebut RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memerhatikan RPJM Nasional.
BAB II
PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil,
Rencana pembangunan jangka panjang diwujudkan dalam visi dan misi jangka panjang dan mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat beserta strategi untuk mencapainya. Oleh karenanya, rencana pembangunan jangka panjang adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga tinggi negara, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik. Visi merupakan penjabaran cita-cita kita berbangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan. Visi kemudian perlu dinyatakan secara tegas ke dalam misi, yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut, yang dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang. Visi RPJPN 2005-2025 adalah Indonesia yang maju,mandiri, adil dan makmur. Visi itu dijalankan melaui delapan misi pembangunan. Kedelapan misi tersebut yaitu:
1.      Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab.
2.      Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.
3.      Terwujudnya Indonesia yang demokratis, berlandaskan hukum dan berkeadilan.
4.      Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
5.      Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
6.      Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari
7.      Terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional
8.      Terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia internasional

PENJELASAN DELAPAN MISI PEMBANGUNAN
1.      Mewujudkan Masyarakat Yang Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, Dan Beradab
Terciptanya kondisi masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Di samping itu, kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.


2.      Mewujudkan Bangsa Yang Berdaya-Saing
Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; dan (d) membangun infrastruktur yang maju; serta (e) melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara.

3.      Mewujudkan Indonesia Yang Demokratis Berlandaskan Hukum
Demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara maksimal.

4.      Mewujudkan Indonesia Yang Aman, Damai Dan Bersatu
Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya gangguan keamanan dalam berbagai bentuk kejahatan dan potensi konflik horisontal akan meresahkan dan berakibat pada pudarnya rasa aman masyarakat. Terjaminnya keamanan dan adanya rasa aman bagi masyarakat merupakan syarat penting bagi terlaksananya pembangunan di berbagai bidang.
5.      Mewujudkan Pembangunan Yang Lebih Merata Dan Berkeadilan
Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil.

6.      Mewujudkan Indonesia Yang Asri Dan Lestari
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal pembangunan nasional dan, sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Sumber daya alam yang lestari akan menjamin tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi pembangunan. Lingkungan hidup yang asri akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.

7.      Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan Yang Mandiri, Maju, Kuat Dan Berbasiskan Kepentingan Nasional
Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi.

8.      Mewujudkan Indonesia Yang Berperan Aktif Dalam Pergaulan Internasional
Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial merupakan amanat konstitusi yang harus diperjuangkan secara konsisten. Sebagai negara yang besar secara geografis dan jumlah penduduk, Indonesia sesungguhnya memiliki peluang dan potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Dalam rangka mewujudkan Indonesia maju, mandiri, adil dan makmur, Indonesia sangat penting untuk berperan aktif dalam politik luar negeri dan kerja sama lainnya baik di tingkat regional maupun internasional, mengingat konstelasi politik dan hubungan internasional lainnya yang terus mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat.

TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS PEMBANGUNAN
Untuk mencapai sasaran pokok sebagaimana dimaksud di atas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, tetapi semua itu harus berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang. Setiap sasaran pokok dalam delapan misi pembangunan jangka panjang dapat ditetapkan prioritasnya dalam masing-masing tahapan. Prioritas masing-masing misi dapat diperas kembali menjadi prioritas utama. Prioritas utama menggambarkan makna strategis dan urgensi permasalahan.  Tahap skala prioritas utama dan strategi RPJM tersebut terdiri atas:
1.      RPJM pertama (2005-2009) diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia disegala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai,adil dan demokratis serta tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.
2.      RPJM kedua (2010-2014) ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia disegala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas SDM termasuk pengembangan iptek serta penguasaan daya saing perekonomian.
3.      RPJM ketiga (2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapainan daya saing kompetitif perekonomian. Berlandaskan keunggulan SDA dan SDM berkualitas serta kemampuan yang terus meningkat.
4.      RPJM keempat (2020-2025) ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri,maju,adil dan makmur melalui percepatan pembangunan diberbagai bidang. Hal ini dilakukan dengan menenkankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh belandaskan keunggulan kompetitif diberbagi wilayah didukung SDM berkualitas dan berdaya saing.


PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJPN) DAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN)
1.      Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Dalam penyusunan RPJPN dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
-          Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan
-          Musyawarah perencanaan pembangunan
-          Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan
2.      Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional, melalui tahapan sebagai berikut:
-          Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan
-          Penyiapan rancangan rencana kerja
-          Musyawarah perencanaan pembangunan
-          Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan


BAB III
PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA

1.      Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
2.      Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya
3.      Pimpinan kementerian/lembaga/Kepala SKPD melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan kementerian/lembaga/SKPD periode sebelumnya.
4.      Menteri/Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan kementerian/lembaga/SKPD.
5.      Hasil evaluasi menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan nasional/daerah untuk periode berikutnya

BAB IV
PENUTUP


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan nasional merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan nasional 20 tahun ke depan. RPJPN ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan RPJP Daerah dan menjadi pedoman bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam menyusun visi, misi, dan program prioritas yang akan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur perlu didukung oleh (1) komitmen dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis; (2) konsistensi kebijakan pemerintah; (3) keberpihakan kepada rakyat; dan (4) peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif.

Thursday 23 February 2017

Hubungan Antara Eksekutif dan Legislatif di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Di dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia menggunakan sistem pembagian kekuasaan. Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan.Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama.Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat..
Pembagian kekuasaan menjadikan adanya legislatif,eksekutif,dan yudikatif. DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama, apalagi di Indonesia memegang prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini, maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.
Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang merupakan wakil dari partai tentunya dalam menjalankan tugasnya tidak jauh dari kepentingan partai, begitu juga dengan eksekutif yang meskipun dipilih langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan partai, presiden sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya. Akibatnya konflik yang terjadi dari hubungan eksekutif dan legislatif adalah konflik kepentingan antar partai yang ada.


1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan eksekutif dan legislatif ?
2.      Bagaimana hubungan antara eksekutif dan legislatif ?







BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Badan Legislatif
2.1.1    Pengertian Legislatif
Badan legislatif adalah lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat,maka dari itu badan ini sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat,nama lain yang sering dipakai ialah Parlemen. Badan legislatif(DPR) dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan menetukan kebijaksanaan umum yang mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.  
2.1.2    Fungsi Legislatif
a.       Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
b.      Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
c.       Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang
2.1.3    Hak Legislatif
a.       Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
b.       Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c.        Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.
2.2       Eksekutif
Eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan bertanggungjawab untuk menerapkan hukum.Contoh paling umum dalam sebuah cabang eksekutif disebut ketua pemerintahan. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presiden, atau sebagai pemerintah, dalam sistem parlementer
Kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan menyelenggarakan pemerintah negara. Kekuasaan ini dipegang oleh presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar 1945.
Lembaga Eksekutif di Indonesia meliputi presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya. Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia, Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR.Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri.Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945


2.2.1    Wewenang Eksekutif
a.       Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan menyelenggarakan administrasi Negara
b.      Membuat rancangan undang-undang dan anggaran 
c.       Keamanan, yakni kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri
d.      Memberi grasi, amnesti, dan sebagainya
e.       Diplomatik, yakni kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara lain.
2.3       Hubungan Antara Legislatif dan Eksekutif
Hubungan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya yang diikat dengan prinsip cheks and balances, dimana lembaga-lembaga negara tersebut diakui sederajat tetapi tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat adanya mekanisme hubungan yang sederajat itu, timbul kemungkinan dalam melaksanakan kewenangan masing-masing terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD. Dengan dihapuskannya penjelasan UUD, bisa jadi lembaga-lembaga negara menafsirkan sendiri UUD dengan seenaknya sesuai dengan kepentingan kelembagaannya.
Dalam konstitusi pra-amandemen negara ini, kedaulatan negara berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dari MPR inilah, kedaulatan rakyat dibagi secara vertikal ke lembaga tinggi negara dibawahnya. Prinsip yang dianut adalah pembagian kekuasaan (division or distribution of power).
Akan tetapi dalam konstitusi pasca-amandemen, kedaulatan rakyat itu ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (Separation of Power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances(saling imbang dan saling awas).
Posisi antara legislatif (MPR/DPR) dan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pasca-amandemen adalah sejajar. Berbeda dengan konstitusi pra-amandemen, legislatif (MPR) berada diatas ekeskutif (Presiden), walau pada kenyataannya eksekutiflah yang sebenarnya berada diatas dan mengendalikan legislatif. Posisi yang sejajar dalam konstitusi pasca-amandemen juga menimbulkan hubungan baru antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif, berbeda dengan hubungan antar-keduanya dalam konstitusi pra-amandemen.
Dari studi singkat terhadap kontitusi (UUD 1945), ditemukan beberapa bentuk hubungan antara legislatif dan eksekutif tersebut misalnya dalam bidang, pertamakekuasaan legislasi (membuat undang-undang). Terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (2) “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.”
Kedua pasal ini mensuratkan adanya pengurangan kekuasaan legislasi Presiden. Presiden dikembalikan ke posisi sebagai pelaksana undang-undang, bukan pembentuk undang-undang dan DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang. Posisi DPR sebagai pembuat undang-undang ini semakin diperkuat oleh konstitusi dengan Pasal 20 ayat (5): “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.” Pada bidang kekuasaan legislasi, pemisahaan kekuasaan (Separation of Power) dalam konstitusi pasca-amandemen (UUD 1945) telah diakomodir.
Kedua, kekuasaan administratif dan kelembagaan. Terdapat dalam Pasal 7A “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Dan Pasal 7C “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Posisi Presiden/Wakil Presiden dikontrol oleh DPR melalui mekanisme pemakzulan (impeachment process) serta posisi DPR sama kuat dengan Presiden, karena Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Sepertinya pada bidang kekuasaan ini, kekuasaan DPR lebih besar dari Presiden, karena DPR bisa mengkontrol Presiden lewat mekanisme pemakzulan. Prinsip saling awas (checks) bersifat searah dan cenderung legislative heavy. Lalu bagaimana bentuk kontrol Presiden terhadap DPR? sejauh ini penulis tidak menemukan pasal dalam kontitusi pasca-amandemen (UUD  1945) yang menyebutkan kontrol Presiden terhadap DPR. Pasal pemakzulan menurut hipotesa penulis dilandasi pada aksi sejarah Orde Baru yang memberikan kewenangan sangat besar pada Presiden. Jadi Pasal ini bisa disebut “pasal egois”.
Ketiga, kekuasaan militer dan diplomatik. Terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.” Ayat (2) “Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dan Pasal 13 ayat (2) “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Presiden hanya memperhatikan pertimbangan DPR apabila mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain. Kata memperhatikan disini berarti bukan sebuah keharusan. Kata “memperhatikan” adalah sebuah bentuk saling imbang (balances) antara DPR (legislatif) dengan Presiden (eksekutif).
Keempat, kekuasaan yudikatif. Terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal ini jelas mensuratkan adanya prinsip saling imbang (balances) antara DPR dengan Presiden.

2.4       Masalah Disharmoni Hubungan Antara Eksekutif dan Legislatif
Peluang munculnya hubungan yang tidak harmonis antara badan legislatif dan eksekutif dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia sangat besar, yang dalam hal ini adalah munculnya sekat yang tidak terjembatani antar dua lembaga itu. Kondisi ini hadir utamanya disebabkan adanya kecenderungan “separation of power” yang memungkinkan minimnya aktivitas konsultasi diantara kedua lembaga tersebut dalam menyusun cetak biru dan garis besar kebijakan yang nantinya akan disepakati bersama
Dengan adanya fenomena dual legitimacy,masing-masing lembaga merasa sebagai pilihan rakyat,baik legislatif maupu eksekutif sama-sama merasa berhak untuk menentukan arah kebijakan nasional. Ancaman disintegratif akan semakin kuat manakala badan legislatif berbeda prientasinya dengan eksekutif .
Dampak dari adanya persoalan disharmoni hubungan legislatif dan eksekutif yang terutama adalah munculnya sebuah pola hubungan yang terlalu politis dalam lingkup pemerintahan yang substansif dapat mengganggu proses pembuatan kebijakan yang sehat. Dalam konteks latin,hal ini telah menyebabkan terjadinya pembusukan politik,yang pada akhirnya presiden kerap tergoda untuk benar-benar meninggalkan legislatif. Lebih dari itu ,komitmen konsultatif tampak masih menguasai aura pola hubungan eksekutif dan legislatif saat ini yang tercermin dari perangkat aturan main pemerintahan yang legal maupun pola hubungan lobi informal. Namun dengan kemauan berkompromi dan melakukan akomodasi politik masalah yang ada diantara hubungan eksekutif dan legislatif dapat ditangani.
2.5       Studi Kasus
Contoh nyata yang dapat diketahui dalam hubungan antara legislatif dan eksekutif terdapat pada kasus hubungan yang sempat berlangsung kurang baik antara Gubernur Jawa Tengah(Eksekutif) dan DPRD Jawa Tengah(legislatif) diantaranya adalah :
2.5.1    Kasus Penyelewengan Dana Bansos
            Dalam kasus ini terjadi perseteruan antara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi. Hal ini terkait adanya indikasi penyelewengan dana bansos yang dilakukan oleh badan legislatif. Konflik muncul karena adanya pernyataan Ganjar yang terkesan menyudutkan DPRD Jawa Tengah. Ketegangan hubungan antara Ganjar Pranowo dengan Ketua sementara DPRD Jateng Rukma Setyabudi yang menolak menandatangani pakta integritas KPK dinilai oleh beberapa kalangan akibat tarik ulur persoalan politik anggaran APBD Pemprov Jateng. Terutama dalam penetapan anggaran dana Bantuan Sosial(Bansos) dan hibah proposal dalam bentuk dana bantuan Sarana dan Prasarana(Sarpras) Pemprov Jateng ke-35 kabupaten/kota di Jateng dan dana aspirasi yang kuasa penuh penggunaaan anggaranya   dipegang oleh anggota Badan Anggaran dan jajaran pimpinan DPRD Jateng. Meruncingnya seteru bau kentut dana bansos kemudian berlanjut menjadi pembahasan dalam forum resmi eksekutif-legislatif,seperti rapat paripurna ,konsultasi dan siding komisi.
2.5.2    Masalah Tentang Hak Penganggaran
            Disini sekali lagi terjadi hubungan yang kurang baik antara DPRD Jateng dan Gubernur Jateng. Kali ini dalam hal penganggaran,masalah yang muncul disini adalah Penganggaran yang dirasa Gubernur Jateng Ganjar Pranowo  tidak merata pada setiap daerah di Jawa Tengah dalam hal Bankeu. Dan pada akhirnya Ganjar pun merubah anggaran Bankeu untuk masing-masing daerah tetapi DPRD Jateng merasa fungsi budgeting DPRD Jateng sudah dikebiri dan tidak difungsikan sama sekali karena besran masing-masing alokasi bantuan keuangan untuk kabupaten/kota pada APBD 2015 sudah disahkan.
2.5.3    Makna Dari Studi Kasus
            Dalam studi kasus yang telah disebutkan diatas dapat diketahui bahwa hubungan eksekutif dan legislatif terdapat dalam beberapa hal diantaranya adalah dalam hal proses penentuan anggaran dan fungsi yang saling mengawasi untuk bekerjasama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat luas. Akan tetapi dalam hubunganya tersebut juga sering terjadi gesekan atau konflik terkait tentang fungsi dan hak yang dimiliki oleh masing-masing lembaga itu baik eksekutif maupun legislatif. Jika terdapat konflik antara eksekutif dan legislatif berarti hal tersebut menunjukkan belum ada pola hubungan yang baik antara kedua lembaga tersebut. Kedua lembaga semestinya membentuk tim yang dapat membangun dan mendorong komunikasi antara eksekutif dan legislatif agar lebih harmonis. Jika terjadi hubungan yang baik antara eksekutif dan legislatif maka kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama dengan baik dan dapat mensejahterakan masyarakat luas.
2.6       Pembahasan Teoritis
Dalam mengkaji makalah ini tidak lepas dengan berbagai macam teori tentang kekuasaan yang bermula dari teori Trias Politica. Teori Pembagian Kekuasaan Menurut Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.
Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat. Akan tetapi terdapat perbedaan dengan teori trias politica yang mengajarkan teori tentang pemisahan kekuasaan, di Indonesia menerapkan teori pembagian kekuasaan yang maksudnya lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada. Hal tersebutlah yang menciptakan adanya hubungan diantara lembaga Negara salah satunya adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif baik hubungan yang bersifat buruk maupun yang bersifat baik.




BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Eksekutif dan legislatif adalah salah satu dari lembaga Negara yang sangat penting peranya dalam mencapai cita-cita dan tujuan suatu Negara Indonesia. Sesuai dengan teori pembagian kekuasaan yang digunakan di Indonesia maka mau tidak mau setiap lembaga Negara akan saling berhubungan walaupun setiap lembaga Negara itu berdiri sendiri dan mempunyai kekuasaan sendiri. Begitu juga dengan eksekutif dan legislatif yang mempunyai hubungan dalam menjalankan fungsinya. Salah satunya adalah terkait dengan penentuan anggaran yang terkadang memunculkan hubungan yang tidak baik antara eksekutif dan legislatif. Akan tetapi tidak selamanya hubungan antara eksekutif dan legislatif berjalan tidak baik. Pasti ada saatnya kedua lembaga ini bekerjasama dan menemukan titik sepakat dalam penentuan keputusan. Dan yang terpenting diantara hubungan eksekutif dan legislatif adalah adanya fungsi chek and balance yang artinya saling mengawasi dan menyeimbangkan untuk bekerjasama dalam mewujudkan kesejahteraan dan tujuan dari Negara Indonesia. Jika hubungan anatara eksekutif dan legislatif baik, harmonis,professional,serta akuntabel dalam menjalankan masing-masing fungsinya maka niscaya roda pemerintahan akan dapat berjalan dengan baik.
3.2       Saran
Menurut studi yang telah kami dalami,kelompok kami merekomendasikan agar eksekutif dan legislatif untuk mampu bekerjasama secara sinergis di dalam menjalankan peran dan fungsinya masing-masing agar tercipta hubungan yang harmonis demi tercapainya tujuan Negara Indonesia. Dan jika terjadi konflik karena adanya salah pengertian kami menyarankan agar semestinya kedua lembaga tersebut membentuk tim yang dapat membangun dan mendorong komunikasi antara eksekutif dan legislatif agar lebih harmonis dan dengan mengintensifkan hubungan yang informal diantara keduanya.
           
DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo,Miriam. 2005 . Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Isdiyanto,dkk . 2016. Kontroversi Ganjar . Jakarta : Kompas
Rauf ,Maswadi ,dkk. 2009 .Sistem Presidensial & Sosok Presiden Ideal. Yogyakarta : Pustaka      Pelajar