PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita
tahu bahwa pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan
berkesinambungan selama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan suatu anggaran
pembangunan yang cukup besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan
penerimaan untuk pembangunan tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang
berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan yang
dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70
persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Karena itu untuk mencapai target
penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya yang nyata,
serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Salah satunya
adalah tax amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan
dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak.Subyek pajak dapat berupa
kembalinya dana-dana yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek
pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.
Sebenarnya
Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak
efektif karena wajib pajak kurang merespons dantidak diikuti dengan reformasi
sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.Pengampunan pajak diharapkan
menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang bayar,
disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya
pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib
pajak.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Mengapa perlu dilakukan tax amnesty?
2.
Bagaimana dampak tax amnesty bagi keberhasilan pembangunan nasional?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui tentang tax amnesty.
2.
Mengetahui dampak tax amnesty bagi keberhasilan pembangunan nasional.
1.4
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.
Bermanfaat sebagai suatu
proses belajar untuk mengetahui tentang aspek perpajakan dalam rangka Tax
Amnesty.
2.
Bermanfaat untuk Mengetahui
masalah-masalah yang timbul dalam penerapan kebijakan Tax Amnesty di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pajak
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.
2.2 Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Menurut UU Tax Amnesty No 11 tahun 2016 Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) adalah pengampunan atau pengurangan pajak terhadap property yang
dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk penghapusan pajak terutang, penghapusan
sanksi pajak terutang, penghapusan sanksi pidana tertentu yang harus diharuskan
membayar dengan uang tebusan. Pengampunan pajak ini bukan hanya properti yang
disimpan di luar negeri tetapi juga berasal dari dalam negeri yang laporannya
tidak diberikan secara benar.
2.3 Wajib Pajak
Menurut UU Tax Amnesty No 11 tahun 2016 wajib pajak adalah Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Secara
umum, setiap wajib pajak yang belum menunaikan kewajiban perpajakannya
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program tax amnesty. Artinya, program tax amnesty ini ditujukan kepada wajib pajak yang
telah berada dalam sistem administrasi perpajakan dan wajib pajak yang belum
masuk dalam sistem administrasi perpajakan. Perlakuan yang berbeda dimungkinkan
ketika wajib pajak yang hendak berpartisipasi dalam program tax amnesty telah diperiksa atau sedang dalam
proses pemeriksaan. Dalam hal ini, wajib pajak yang telah diperiksa atau sedang
dalam proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam
program tax amnesty karena jumlah tunggakan pajaknya telah
diketahui oleh otoritas pajak. Wajib pajak juga dapat diberikan pengampunan jika ketentuan
peraturan perundang-undangan menyatakan wajib pajak yang mengungkapkan
kewajiban perpajakan atau harta kekayaannya secara sukarela berhak mendapatkan
penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.
2.4 Pembangunan
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang
mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perlunya Tax Amnesty
3.1.1
Kelebihan Tax Amnesty
a. Sumber daya yang dimiliki pada instansi
aparatur pajak saat ini sudah memadai yang dapat mendukung diberlakukannya
penerapan tax amnesty. Demikian juga infrastruktur pendukung lainnya.
b. Bila kebijakan perpajakan seperti tax
amnesty diterapkan maka akan menciptakan kerelaan masyarakat untuk
mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan kewajiban perpajakannya
seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset policy (kebijakan pemberian fasilitas perpajakan) maupun
pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke
luar negeri dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
c. Kondisi ekonomi nasional saat ini relatif
stabil dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Hal ini dapat
menjamin pemberlakuan tax amnesty.
d. Program ini dapat meningkatkan dana-dana
masuk ke Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar negeri. Di samping itu,
dana-dana yang selama ini diparkir di luar negeri dapat kembali masuk ke tanah
air bila pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak.
e. Tax amnesty dapat berpengaruh positif bagi pasar uang
pada Bursa Efek Indonesia. Bila kebijakan ini diterapkan maka mempunyai potensi
terjadi penambahan emiten baru karena perusahaan-perusahaan tidak perlu
khawatir atas permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah perpajakan
merupakan salah satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon emiten untuk
mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka
f. pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau
memfokuskan pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan
diimplementasikan tax amnesty maka asset recovery nya lebih mudah
karena tidak perlu melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses
hukum lainnya untuk mengambil asset koruptor. Asset recovery adalah
perbandingan antara jumlah kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan
asset atau pengembalian asset korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih
relatif kecil. Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan
tarif tax amnesty
3.1.2
Kekurangan Tax Amnesty
a. Tidak mempunyai payung hukum yang dapat
menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty yang dapat memberikan
aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi wajib pajak dan calon wajib
pajak.Namun apabila implementasi tax amnesty akan diterapkan maka berartiharus
di buat terlebih dahulu peraturan perpajakan (undang-undang)yang mengatur
tentang hal itu. Hal in tentu saja akan memakan waktu yang lebih lama karena
tentu saja harus mendapat persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan Rakyat).
b. Dianggap
mencederai asas keadilan
Tax amnesty dianggap mencederai keadilan bagi masyarakat yang
selama ini patuh membayar pajak. Apalagi pada tahun 1964 dan 1984, tax amnesty
berjalan tidak efektif karena minimnya ketersediaan data perpajakan. Tidak ada
lengkapnya basis data perpajakan membuka kemungkinan petugas pajak untuk
mendeteksi kekayaan yang tak dilaporkan. Pengemplang pajak pun tak perlu
khawatir akan tertangkap. Terlebih, kekayaan yang tidak dilaporkan pada umumnya
berada di luar negeri sehingga benar-benar jauh dari jangkauan petugas pajak.
c. Tax
Amnesty dikhawatirkan tidak akan berjalan secara konsisten.
Banyak yang menilai jika kekurangan penerimaan pajak tidak hanya
bisa diselesaikan dengan kebijakan pengampunan pajak tersebut. Belum
adanya kejelasan mengenai kewajiban bagi wajib pajak untuk menempatkan
kekayaannya di dalam negeri, besar kemungkinan individu-individu yang meminta
pengampunan pajak akan menyembunyikan kembali kekayaan mereka di luar negeri
ketika manfaattax amnesty tak lagi diberikan.
d. Tax
Amnesty Hanya Beri "Karpet Merah" bagi Koruptor
Tax Amnesty dalam RAPBNP 2016 dianggap sebagian orang bukan untuk
kepentingan masyarakat. Mereka menilai, tax amnesty hanya untuk kepentingan
pengusaha yang memiliki dana besar di luar negeri. Pengampunan pajak hanya akan
menjadi karpet merah untuk koruptor dan konglomerat yang mendapat keuntungan di
Indonesia. Menurut mereka, tax amnesty hanya dijadikan bahasa kampanye oleh
politisi untuk memuluskan proyek-proyek swasta.
3.1.3
Peluang dan Tantangan Implementasi Tax Amnesty di Indonesia
Ada beberapa langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia khususnya
Direktorat Jenderal Pajak guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor
pajak, antara lain melaksanakan program Sensus Pajak Nasional. Selain itu
melakukan penyempurnaan peraturan untuk menangani tindakan penghindaran pajak (tax
avoidance), tindakan penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan
pengenaan pajak final. Selain itu salah satu bentuk upaya atau inovasi lain
dalam system perpajakan yang berguna meningkatkan penerimaan pajak tanpa
menambah beban baik jenis pajak baru maupun persentase pajak yang sudah ada
kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja adalah melalui program tax
amnesty. Salah satu tujuan pengampunan pajak ini diharapkan dapat
mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang selalu dipersepsikan
selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu dihindari, berubah menjadi
hubungan yang lebih “friendly.” Pada dasarnya inovasi atau upaya ini
dapat diterapkan di Indonesia. Keunggulan yang diharapkan bila kebijakan tax
amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat mendorong masuknya dana-danadari
luar negeri yang dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong
investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian
nasional.
Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan pajak adalah tidak
serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran pajak ke kas negara. Hal ini
bisa sebaliknya berpotensi terjadinya penyelewengan,manipulasi dan tindakan moral
hazard lainnya. Para pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan
melakukan penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan
pajak bersyarat.Contohnya pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak harus
transparan terhadap aset-aset dan penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan
yang sama tahun 1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi
terhadap masyarakat dan minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi
kebijakan ini.
3.2 Peran Tax Amnesti Untuk
Pembangunan Nasional
3.2.1
Tax Amnesty Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Seperti yang sudah kita ketahui, Tax
Amnesty atau pengampunan pajak juga berlaku untuk Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) yaitu pelaku usaha yang beromzet sampai dengan Rp 4,8 miliar
pada tahun pajak terakhir. Dan tarif yang diberlakukan untuk UMKM ini berbeda
dengan pelaku usaha yang mempunyai omzet lebih dari 4,8 miliar.
Seperti yang dinyatakan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 pada pasal 11 ayat (1)
dan (2) Wajib Pajak yang memiliki kriterian sebagai UMKM adalah yang memiliki
peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha dan tidak
menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/atau pekerjaan
bebas. Pekerjaan Bebas yang dimaksud merupakan pekerjaan
yang dilakukan oelh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus
sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu
hubungan kerja, antara lain dokter, notaries, akuntan, arsitek atau pengacara.
Tarif untuk kategori UMKM
ini dapat kita bagi dua, kategori pertama yaitu UMKM Bagi pelaku usaha yang
melaporkan harta dengan nilai harta sampai dengan Rp 10 miliar maka
akan dikenakan tarif tebusan pajak sebesar 0,5%.
Kategori kedua, bagi pelaku
UMKM yang melaporkan harta lebih dari Rp 10 miliar akan dikenakan tarif tebusan
2%. Dan tarif yang diperlakukan untuk UMKM ini berlaku sejak awal sampai
berakhirnya Tax Amnesty yaitu 31 Maret 2017 tidak seperti
tarif yang diperuntukan kepada pengusaha yang memiliki omzet lebih dari 4,8
miliar. Hal ini diatur dalam Undang-undang Pengampunan Pajak Nomor 11 Tahun
2016 di dalam pasal 4 ayat (3). Ketentuan tarif ini dibuat guna membantu UMKM
yang ingin memanfaatkan Tax Amnesty.
Untuk persyaratan Tax Amnesty itu
sendiri diatur di dalam Undang-undang Pengampunan Pajak Nomor 11 tahun 2016
pasal 9 ayat (5) dinyatakan bahwa “Bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya
sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada
Tahun Pajak Terakhir, yang ingin memanfaatkan Tax Amnesty ini
harus melampirkan bukti pembayaran Uang Tebusan, bukti pelunasan Tunggakan
Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak, daftar rincian Harta
beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan, daftar Utang serta dokumen
pendukung, bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang
seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan, fotokopi SPT PPh Terakhir, dan
Wajib Pajak harus melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan, selain
melampirkan dokumen tersebut, Wajib Pajak dimaksud harus melampirkan surat
pernyataan mengenai besaran peredaran usaha.
3.2.1
Hubungan Amnesti Pajak dengan Pembangunan
Hampir
dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah selalu di
dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang telah
dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan masyarakat juga menjaga
proyek yang ada untuk dapat dipakai untuk kepentingan bersama. Berkaitan dengan
hal tersebut sudah selayaknya apabila setiap individu dalam masyarakat dapat
memahami dan mengerti akan arti dan pentingnya peran pajak dalamm kehidupan
sehari – hari. Sebagaimana diketahui dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah
terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan :
a. Penerimaan dari sektor pajak
a. Penerimaan dari sektor pajak
b. Penerimaan dari sektor
migas (Minyak dan Gas Bumi) ; dan
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.
Dari ketiga sumber penerimaan diatas,
penerimaan dari sektor pajak ternyata merupakan sumber penerimaan terbesar negara.
Dari tahun ke tahun kita dapat melihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat
dan memberi adil yang besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor
pajak selalu dikatakan merupakan primadona dalam membiayai pembangunan
Nasional. Sedangkan penerimaan dari migas yang dahulu selalu jadi andalan
penerimaan negara, sekarang ini sudah tidak bisa diharapkan menjadi sumber
penerimaan keuangan negara yang terus menerus karena sifatnya yang tidak dapat
diperbaharui (non renewable resources). Penerimaan migas pada suatu waktu akan
habis sedangkan dari pajak selalu dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan
ekonomi dan masyarakat itu sendiri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tax Amnesty atau pengampunan pajak merupakan pengampunan atau pengurangan pajak terhadap property yang dimiliki oleh
perusahaan dalam bentuk penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi pajak
terutang, penghapusan sanksi pidana tertentu yang harus diharuskan membayar
dengan uang tebusan. Amnesti pajak
sebelumnya pernah diterapkan pada tahun 1984 serta tahun 2004, namun pada saat
itu gagal. Pada tax amnesty kali ini terdapat kebijakan amnesti yang berbeda
yaitu dibagi dalam 3 periode.
Adapun
kelebihan Tax Amnesty, yaitu: sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah
memadai yang dapat mendukung diberlakukannya penerapan tax amnesty. Kedua,
menciptakan kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri dan menunaikan
kewajiban perpajakannya. Ketiga, pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dapat
menjamin pemberlakuan tax amnesty. Keempat, meningkatkan dana masuk ke
Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar negeri. Kelima, berpengaruh
positif bagi pasar uang pada bursa efek indonesia. Kekurangan Tax Amnesty, yaitu : tidak mempunyai payung hukum yang dapat
menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty. Dianggap mencederai asas keadilan. Dikhawatirkan
tidak akan berjalan secara konsisten. Dan yang terakhir ialah tax amnesty
hanya beri celah bagi Koruptor.
4.2 Saran
Penerapan
tax amnesty Indonesia saat ini semestinya lebih ditingkatkan keseriusannya demi
menghindari kegagalan seperti yg terjadi pada 2 periode sebelumnya. Sebaiknya,
penerapan amnesty ini lebih dimatangkan lagi dengan diciptakannya payung hukum
yang tegas demi mengurangi peluang
korupsi.
Daftar Pustaka
1.
Sondang P. Siagian. 1985. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Bumi
Aksara.
2.
Mardiasmo.2011. Perpajakan Edisi Revisi. Andi: Yogyakarta.